Ini berkah penerimaan PPN dalam perdagangan elektronik

JAKARTA. Penerimaan pajak tahun ini bakal menerima berkah dari perdagangan barang/jasa dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).

Per 1 Juli 2020 pelaku Usaha PMSE luar negeri yang melakukan penyerahan barang tidak berwujud atau jasa dari luar daerah pabean ke dalam daerah pabean dan telah memenuhi kriteria tertentu yaitu omset dan traffic tertentu akan ditunjuk oleh Direktur Jenderal (Ditjen) Pajak sebagai pemungut pajak pertambahan nilai (PPN).

Ketentuan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48/PMK.03/2020 tentang Tata Cara Penunjukan Pemungut, Pemungutan, dan Penyetoran, serta Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di Dalam Jumlah Pabean Melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.

Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak Kemenkeu John Hutagaol menerangkan dengan berlakunya beleid tersebut, maka per Agustus 2020, pelaku usaha luar negeri tersebut sudah melakukan pemungutan PPN.

Selanjutnya akhir September 2020 pelaku usaha luar negeri sudah melakukan penyetoran atas PPN yang dipungut dari konsumen Indonesia.

“PMK 48/2020 dimaksudkan untuk melengkapi UU PPN dan aturan pelaksanaan yang sudah ada khususnya memberikan dasar hukum untuk menunjuk pelaku usaha luar negeri sebagai pemungut PPN atas penjualan produk digitalnya misalnya film, musik kepada konsumen Indonesia,” kata John kepada Kontan.co.id, Minggu (31/5).

Lebih lanjut, John bilang penerbitan PMK 48/2020 bertujuan menambah penerimaan pajak, sebagaimana negara lain yang terlebih dahulu sudah diterapkannya. “Di Australia, ketika diterapkan pertama kali pada tahun 2017 realisasi penerimaan jauh melebihi target,” ujar dia.

Singkatnya sebulan setelah penunjukkannya sebagai pemungut PPN, pelaku usaha PMSE luar negeri wajib melakukan pemungutan PPN dan penyetoran-nya dilakukan setiap masa pajak dan paling lama akhir bulan berikutnya.

Penyetoran PPN pun bisa dengan mata uang rupiah, dollar Amerika Serikat (AS), atau mata uang asing lainnya yang akan ditetapkan kemudian oleh Ditjen Pajak serta pelaporannya setiap kuartal dan paling lambat akhir bulan berikutnya setelah periode kuartalan berakhir.

“Kesederhanaan dan kepastian hukum dalam pemenuhan kewajiban administrasi PPN atas PMSE akan mendorong kepatuhan sukarela yang tinggi dari Wajib Pajak,” ujar John.

Selain itu, pemungutan PPN atas PMSE juga diharapkan akan menciptakan keadilan dalam membayar pajak antara pelaku usaha luar negeri dengan dalam negeri. Dus, bisa membangun level playing of field antara pelaku usaha yang konvensional dengan yang online.

Meski demikian, John belum bisa mengonfirmasi berapa ketentuan umum threshold dalam PMSE. Yang jelas, secepatnya otoritas pajak akan menerbitkan Peraturan Direktorat Jenderal Pajak atau Per Dirjen Pajak mengelai pemungutan PPN atas PMSE.

Di sisi lain, Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai ketentuan umum threshold dalam PMSE  lebih baik disamakan saja dengan pengusaha kena pajak (PKP) yakti di atas Rp 4,8 miliar per tahun agar aspek yang paling penting dalam PPN yakni netralitas dapat terjaga. Fajry optimistis ketika PPN dalam PMSE sudah diimplementasikan penerimaan PPN akan meningkat.

“Nah salah satu digital platform yang besar saya dapat perkiraan, less than Rp 500 miliar. Setahun ya, mungkin digital platform yang besar itu sudah mencakup sebagian besar potensi yang ada,” kata Fajry kepada Kontan.co.id, Senin (1/6).

Sejalan, Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Darussalam menambahkan langkah pemerintah untuk memungut PPN perdagangan elektronik sudah tepat. Menurutnya desain threshold terutama mengenai jumlah transaksi serta traffic akan sangat menentukan potensi penerimaannya.

Dalam konteks PPN, mengingat bahwa secara prinsip internasional negara yang berhak mengenakan PPN ialah negara lokasi dimanfaatkan/dikonsumsinya barang kena pajak (BKP) tidak berwujud dan/atau JKP serta relatif lebih mudahnya penungutannya dibanding PPh, thresholdnya bisa serendah mungkin untuk menjangkau seluruh transaksi.

“Namun, yg perlu diingat ialah jangan sampai biaya untuk pemungutan PPN atas suatu entitas tertentu jumlahnya sama dengan atau lebih rendah dari potensi penerimaannya,” kata Darussalam kepada Kontan.co.id, Senin (1/6).

Adapun Kemenkeu menargetkan penerimaan PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah di akhir tahun ini mencapai Rp 529,65 triliiun di mana sampai dengan akhir April 2020 realisasinya sebesar Rp 138,83 triliun tumbuh 1,88% secara tahunan. Pencapaian selama empat bulan tersebut juga setara 25,08% dari target akhir tahun.

Sumber : KONTAN.CO.ID

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only