Terdampak Pandemi, Biro Perjalanan Wisata Rugi Rp 54,4 T

JAKARTA — Strategi yang tengah disiapkan pemerintah menghadapi era normal baru (new normal) sepatutnya melibatkan pelaku usaha di bidang pariwisata. Sebab selama hampir 3 bulan pandemi Covid-19 melanda Tanah Air, industri pariwisata juga terdampak besar, mulai dari kehilangan jumlah wisatawan mancanegara (wisman) dan wisatawan nusantara (wisnus) hingga hilangnya pemasukan.

Ketua umum Asosiasi Perusahaan Perjalanan Indonesia (Asita), Rusmiati, kepada Beritasatu.com, Senin (1/6/2020) malam mengatakan, saat ini biro perjalanan wisata (BPW) di Indonesia per akhir Maret 2020 total merugi sampai US$ 3,9 miliar atau sekitar Rp 54,4 triliun.

Akibat kerugian besar tersebut BPW tidak bisa membayar gaji karyawan, membiayai operasional kantor, membayar pajak dan administrasi, membayar tagihan ke vendor, serta membayar cicilan ke bank.

Demi mempertahankan bisnis BPW akhirnya para pengusaha terpaksa mengurangi jam operasional kantor, pemutusan kontrak kerja, mengurangi gaji dan insentif, bahkan menghentikan segala kegiatan di kantor.

“Diakui, saat ini kondisinya 38% pekerja BPW sudah tidak ada pekerjaan, kemudian 32,2% para pekerja di rumahkan tanpa di gaji, 21,2% dirumahkan dengan gaji terbatas, 1,4% di PHK, dan 7,2% lainnya memilih pengurangan jam kerja, work from home (WFH), bekerja dengan waktu tertentu, bekerja bergantian, cuti tanpa dibayar, bahkan dipaksa mengundurkan diri,” terang Rusmiati.

Namun, dalam menjalani masa sulit ini, pihak Asita mengaku masih mengapresiasi tindakan pemerintah yang berbaik hati memberikan stimulus berupa insentif pajak untuk pengusaha BPW, serta program Kartu Prakerja untuk pegawai yang terdampak.

Pun demikian, Asita menyarakankan agar pemerintah dapat memikirkan strategi yang lebih jauh ke depan. Mengingat, Kartu Prakerja hanya untuk empat bulan sementara UNWTO mengatakan sektor pariwisata akan pulih di 2022. Untuk itu diperlukan strategi yang tepat dan mudah diimplementasikan.

“Karyawan anggota Asita sebagian besar dirumahkan dan satu hal yang memang belum terealisasi sampai saat ini adalah pinjaman lunak. Hal tersebut bertujuan untuk menjaga cash flow dan membiayai operasional usaha. Kami sejauh ini hanya melihat dari negara tetangga, Malaysia, yang pinjaman lunaknya sudah direalisasikan,” kata Rusmiati.

Terkait dengan insentif pajak selama pandemi Covid-19, sebelumnya Sekjen Asosiasi Perusahaan Perjalanan Indonesia (Astindo) Pauline Suharno sempat mengatakan realisasi insentif untuk para pariwisata belum terlihat dampaknya secara langsung. Semisal keringanan pajak, yang notabene dampaknya akan terasa setelah waktu pembayaran pajak berlangsung. Sementara janji untuk meringankan relaksasi bunga cicilan bank belum juga terlihat implementasinya.

Sudah Berjalan
Ketika dikonfirmasi oleh Beritasatu.com terkait insentif selama pandemi, Selasa (2/6/2020), kepada Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Hestu Yoga Saksama, menyatakan insentif pajak apakah itu di restoran, hotel, biro perjalanan wisata dan lainnya yang terkait dengan sektor pariwisata sudah mendapatkan insentif yang mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 44/PMK.03/2020 sebagai perluasan dari PMK 23.

Misalnya, Pph 21 untuk karyawan yang penghasilannya mencapai Rp 200 juta setahun, maka Pph 21 nya ditanggung pemerintah. Selain itu, perusahaannya juga mendapatkan pengurangan angsuran Pph Pasal 25 sebesar 30% selama enam bulan mulai.

“Jadi, untuk insentif pajaknya sudah berjalan,” kata Hestu.

Sementara di tempat terpisah, ketika dikonfirmasi kepada Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemparekraf) terkait insentif, hingga saat ini Menparekraf Whisnutama belum mengeluarkan statement terbaru. Terlebih wewenang pemberian insentif di bawah wewenang Kementerian Keuangan. Sementara peran Kemenparekraf lebih terkait pada menjaring dan memperjuangkan usulan, agar ada perluasan PMK 23 yaitu PMK 44.

Khusus untuk proses insentif, dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 44/PMK.03/2020, para pelaku usaha juga diminta melengkapi data-data dalam situs Kementerian Keuangan dengan batas akhir pengunggahan laporan realisasi untuk mendapatkan insentif sampai 20 juli 2020.

Sumber: Beritasatu.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only