Insentif PPh Pasal 21 DTP Dapat Diakui Sebagai Kredit Pajak Karyawan

JAKARTA – Insentif pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) dapat diakui sebagai kredit pajak. Topik ini menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (3/6/2020).

Contact center Ditjen Pajak (DJP), Kring Pajak, melalui Twitter menyatakan insentif PPh Pasal 21 DTP dapat diakui sebagai kredit pajak oleh pegawai. Pada saat yang sama, jika pemberi kerja memberikan tunjangan PPh Pasal 21, tunjangan itu bisa diakui sebagai beban oleh perusahaan.

“PPh Pasal 21 DTP dapat diakui sebagai kredit pajak bagi pegawai yang menerima insentif tersebut. Tunjangan PPh Pasal 21 yang diberikan oleh pemberi kerja kepada pegawai dapat diakui sebagai beban oleh perusahaan,” jelas Kring Pajak.

Sebagai informasi kembali, pemanfaatan insentif PPh Pasal 21 DTP juga diawasi oleh DJP. Pengawasan itu juga diatur dalam Surat Edaran (SE) Dirjen Pajak No. SE-29/PJ/2020. Pengawasan bisa berujung pada penerbitan surat tagihan pajak untuk menagih kekurangan pembayaran PPh Pasal 21 DTP. Simak artikel ‘DJP Bisa Terbitkan STP, Ini Skema Pengawasan Insentif PPh Pasal 21 DTP’.

Selain mengenai insentif PPh Pasal 21 DTP, sebagian media nasional juga menyoroti outlook APBN 2020 terkini. Defisit anggaran diproyeksi kembali melebar. Setelah sebelumnya diestimasi melebar lagi dari 5,07% menjadi 6,27%, kali ini, defisit diperkirakan mencapai 6,34% terhadap produk domestik bruto (PDB).

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Jumlah Permohonan Insentif PPh Pasal 21 DTP
Hingga 27 Mei 2020, jumlah permohonan insentif PPh Pasal 21 DTP tercatat sebanyak 112.413 wajib pajak. Dari jumlah tersebut, hanya sekitar 88,7% atau sebanyak 99.661 wajib pajak yang mendapat persetujuan dari DJP.

Kendati belum ada penjabaran jumlah pegawai atau karyawan yang mendapat insentif, jumlah tersebut tercatat menempati posisi kedua terbanyak setelah permohonan insentif PPh final DTP untuk UMKM. Permohonan insentif PPh final DTP tercatat berasal dari 186.537 wajib pajak. Jumlah yang disetujui sebanyak 98,4% atau 183.595 wajib pajak. (DDTCNews)

Diskon PPh Pasal 25 Tidak Dapat Dikreditkan
Berbeda dengan insentif PPh final DTP yang dapat diakui sebagai kredit pajak, diskon 30% angsuran PPh Pasal 25 yang juga diamanatkan dalam PMK 44/2020 tidak dapat diakui sebagai kredit pajak pada akhir tahun pajak.

“Fasilitas pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sebesar 30% bukan merupakan fasilitas DTP sehingga tidak dapat diakui sebagai kredit pajak,” demikian pernyataan akun resmi @kring_pajak.

Normalisasi Defisit APBN
Kembali melebarnya proyeksi defisit anggaran dalam APBN 2020 dikeranakan pendapatan negara yang diestimasi masih seret. Pada saat yang sama, ada kebutuhan belanja negara yang cukup besar, terutama untuk membiayai program pemulihan ekonomi nasional.

Kondisi ini disebut akan membebani rencana normalisasi defisit APBN yang ditargetkan dapat kembali ditekan di bawah 3% terhadap PDB pada 2023. (Bisnis Indonesia)

Proyek Sistem Inti Perpajakan
Sebanyak dua lembaga konsultan yang berpartisipasi dalam seleksi Jasa Konsultansi Owner’s Agent – Project Management and Quality Assurance terkait proyek sistem inti perpajakan telah dinyatakan lolos ke tahap selanjutnya.

Hal ini disampaikan melalui Pengumuman No.DOL202006001/Pv/PA. Adapun dua lembaga konsultan swasta yang dimaksud adalah Deloitte Consulting dan KPMG Sidharta Advisory. (Bisnis Indonesia)

PMI Manufaktur
Berdasarkan Laporan IHS Markit, Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada Mei 2020 masih di bawah 30, atau tepatnya 28,6. Meskipun posisi itu naik dari bulan sebelumnya 27,5, Indonesia masih menjadi negara dengan indeks manufaktur terendah di Asean.

Penurunan indeks disebabkan oleh tindakan pencegahan lanjutan penyebaran Covid-19 di dalam negeri. Hal ini membuat adanya penutupan sektor bisnis nonesensial dan tidak berjalannya sektor transportasi. Volume produksi dan permintaan baru juga turun tajam. (Kontan/Bisnis Indonesia)

Pertukaran Data
Direktur Perpajakan Internasional DJP John Hutagaol mengatakan jadwal tahunan pertukaran data melalui AEoI dalam keadaan normal akan berlangsung pada September 2020. Namun, pandemi Covid-19 membuat proses pengumpulan dan konsolidasi data di banyak negara menjadi terhambat.

Oleh karena itu, pada tahun ini, jangka waktu penyampaian data dalam proses pertukaran informasi direlaksasi. Namun demikian, John tidak secara spesifik menyebut masa berakhirnya relaksasi yang diberikan tersebut. (DDTCNews)

Sumber : DDTCNews

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only