Cegah Penyalahgunaan Insentif Pajak, Ini Langkah Pengawasan DJP

JAKARTA – Ditjen Pajak (DJP) memastikan pengawasan terhadap pemanfaatan insentif terus dilakukan untuk menghindari terjadinya penyalahgunaan. Pengawasan dari otoritas pajak ini menjadi bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (5/6/2020).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan mekanisme pegawasan itu dilakukan mulai dari saat pengajuan hingga pelaporan pemanfaatan insentif pajak.

Dalam tahap awal, jika ditemukan penyimpangan, DJP akan menerbitkan Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK). Jika SP2DK tidak diindahkan, DJP bisa melakukan penelitian hingga pemeriksaan kepada wajib pajak.

“Wajib pajak akan diminta menghitung kembali pajak tanpa fasilitas, menyetor apabila ada pajak yang harus dibayar. Itu dilakukan melalui SP2DK. Apabila tidak dijalankan maka dapat dilakukan penetapan pajak melalui penelitian atau pemeriksaan,” jelas Hestu.

Beberapa skema pengawasan dapat disimak pula dalam artikel ‘DJP Awasi Pemanfaatan Insentif PPh Final DTP UMKM, Ini Ketentuannya’, ‘DJP Bisa Terbitkan STP, Ini Skema Pengawasan Insentif PPh Pasal 21 DTP’, dan ‘DJP Juga Awasi Pemanfaatan Insentif Diskon 30% Angsuran PPh Pasal 25’.

Selain terkait dengan pengawasan yang dilakukan DJP terhadap pemanfaatan insentif pajak, ada pula bahasan mengenai penambahan jumlah yurisdiksi yang bertukar informasi keuangan untuk keperluan perpajakan melalui automatic exchange of information (AEoI) dengan Indonesia.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • Andalkan Asesmen AR

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan account representative (AR) sudah mengetahui profil atau latar belakang wajib pajak yang memanfaatkan insentif. Fungsi AR ada mulai dari pembinaan hingga pengawasan wajib pajak.

“Mereka melakukan asesmen kesesuaian dengan kriteria dan persyaratan insentif pajak dan mengambil langkah-langkah koreksi dalam hal terdapat indikasi bahwa wajib pajak yang diawasinya menyalahgunakan insentif tersebut,” katanya. (Kontan)

  • Klausul Antipenyalahgunaan dan Pengawasan

Managing Partner DDTC Darussalam berpendapat secara umum, terlepas dari ada atau tidaknya pandemi Covid-19, insentif pajak memang menciptakan peluang untuk disalahgunakan, seperti untuk kegiatan penghindaran pajak.

“Oleh karena itu, desain yang mengatur tentang klausul antipenyalahgunaan dan pengawasan penting untuk disertakan dalam beleid insentif,” ujarnya. (Kontan)

  • Penambahan Yurisdiksi Partisipan dan Tujuan Pelaporan

Dirjen Pajak Suryo Utomo melalui Pengumuman No. PENG-65/PJ/2020 mengumumkan adanya penambahan daftar yurisdiksi partisipan dan yurisdiksi tujuan pelaporan dalam pelaksanaan AEoI. Sekarang, ada 103 yurisdiksi partisipan dan 82 yurisdiksi tujuan pelaporan.

Adapun 5 yurisdiksi partisipan yang baru masuk dalam daftar adalah Dominica, Ekuador, Kazakhstan, Liberia, dan Oman. Kemudian, 3 yurisdiksi tujuan pelaporan yang baru masuk dalam daftar adalah Dominica, Ekuador, dan Turki.

  • Konfirmasi dan Analisis Data

Managing Partner DDTC Darussalam mengatakan dengan adanya data AEoI tidak serta merta membuat kepatuhan pajak meningkat. Data AEoI digunakan sebagai salah satu data atau informasi awal yang perlu diolah.

“Perlu konfirmasi dan analisis lebih lanjut untuk melihat kepatuhan wajib pajak,” katanya. (Kontan)

  • Aksi Unilateral

Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) kembali memperingatkan potensi terjadinya kekacauan jika tidak ada solusi global terkait pemajakan ekonomi digital.

Sekjen OECD Angel Gurria mengatakan terdapat potensi aksi unilateral dari puluhan negara jika konsensus tidak tercapai pada akhir 2020. Aksi unilateral tersebut pada gilirannya dapat meningkatkan risiko perang dagang dalam skala internasional.

“Sekitar 40 sampai 50 negara tersebut akan merasakan tuntutan politik yang absolut untuk menerapkan pajak ekonomi digital,” ujarnya.

  • Tak Perlu Buat Kode Billing

Pelaku UMKM yang hanya melakukan mekanisme setor pajak sendiri tidak perlu membuat kode billing saat memanfaatkan insentif PPh final ditanggung pemerintah (DTP) sesuai PMK 44/2020. Otoritas mengatakan pelaku UMKM yang melakukan mekanisme setor pajak sendiri hanya perlu melaporkan realisasi pemanfaatan insentif PPh final DTP.

“Selama memang UMKM hanya melakukan mekanisme setor sendiri maka tidak perlu membuat kode billing. Cukup pelaporan realisasi saja,” demikian pernyataan akun resmi @kring_pajak saat menjawab pertanyaan wajib pajak. (DDTCNews) (kaw)

Sumber : DDTCNews

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only