JAKARTA. Pemerintah terus menggali dana untuk menambal kebutuhan anggaran yang makin bengkak untuk mendanai dampak pendemi Covid-19 lewat Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Teranyar, Rabu (17/6) Kementerian Keuangan menerbitkan sukuk bunga global senilai US$ 2,5 miliar, dari total program penerbitan sebesar US$ 25 miliar atau setara Rp 354,65 triliun. S&P Global Ratings menyematkan rating BBM/Negatif/A-2 dalam program obligasi global US$ 25 miliar ini.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, defisit anggaran tahun ini membesar karena pemerintah perlu dana untuk membiayai penanganan dampak Covid-19. “Defisit meningkat secara sangat dramatis dan ini akan menjadi beban kita dalam 10 tahun ke depan,” ujar Sri Mulyani saat rapat dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Kamis (18/6).
Pemerintah mengalokasikan anggaran penanganan virus korona dan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebesar Rp 695,20 triliun, masih bisa bergerak naik sesuai kebutuhan.
Di sisi lain, penerimaan pajak tidak bisa diandalkan karena hampir seluruh sektor usaha terkena dampak krisis. Sampai dengan Mei 2020, penerimaan pajak turun 10,8% secara year on year (yoy).
Tak ada pilihan, utang menjadi andalan pembiayaan. Tahun ini saja, pemerintah berencana menerbitkan utang total sebesar Rp 1.654,5 triliun. Dari jumlah ini, penerbitan surat negara (SUN) secara neto mencapai Rp 1.497,6 triliun, sementara secara bruto Rp 1.533,1 triliun.
Jika Juni-Desember kebutuhan penerbitan SUN sekitar Rp 1.002,1 triliun, dengan realisasi penerbitan SBN pada Juni Rp 89,85 triliun, hingga akhir tahun, masih ada penerbitan SUN Rp 912,25 triliun.
Hanya, Direktur Surat Utang Negara Deni Ridwan menyatakan pemerintah tidak bisa membebaskan detail strategi pembiayaan, terutama soal jumlah, mata uang, dan waktu. “Jika pelaku pasar atau competitor tahu, ada potensi kita di corner sehingga memengaruhi hasil optimal yang bisa diperoleh,” katanya.
Ekonom Institut Kajian Strategis (IKS) Universitas Kebangsaan Eric Sugandi menilai bengkaknya defisit anggaran 2020 adalah wajar. Tak hanya Indonesia, negara lain juga mengalaminya.
Agar terasa manfaatnya, ia berharap realisasi belanja harus cermat dan tepat sasaran. Walhasil, utang tidak hanya jadi tambahan beban di masa depan.
Sumber: Harian Kontan
Leave a Reply