Beda Gaya Antara Soekarno dengan Jokowi Hidupkan Ekonomi Tanah Air

Presiden Joko Widodo (Jokowi) hari ini Minggu (21/6/2020) tengah berulang tahun ke-59 tahun. Ucapan dari segenap masyarakat Indonesia pun terus mengalir, termasuk di media sosial. Terlebih ulang tahun Jokowi yang menginjak usia 59 tahun ini, pasalnya bertepatan dengan wafatnya Bapak Proklamator Indonesia yang juga merupakan Presiden pertama Republik Indonesia Ir.Soekarno pada 21 Juni 1970 silam.

Antara mantan Presiden dan Presiden Republik Indonesia masih menjabat ini pun tentu memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda. Termasuk gaya dalam menggelontorkan kebijakan ekonomi demi menggairahkan perekonomian di era pemerintahannya masing-masing.

Lantas, sebenarnya seperti apa kebijakan ekonomi yang dikeluarkan oleh Soekarno dan Jokowi dalam memajukan perekonomian tanah air selama kepemimpinan mereka? Sebagai Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno nampaknya memang harus menghadapi lika-liku panjang guna menghidupkan perekonomian tanah air.

Dimulai dari insiden Hotel Yamato Agustus 1945 hingga 27 Desember 1949 Belanda mengakui kemerdekaan RI pada masa perang kemerdekaan (1945-1949). Namun dampak masa perang kemerdekaan seperti kerusakan aset produktif-turunnya kapasitas produksi, terganggunya kegiatan rutin produksi, terhentinya ekspor-impor karena blokade Belanda, pembiayaan kebutuhan perang dengan mencetak uang baru membuat PDB Indonesia di masa perang kemerdekaan mengalami kontraksi.

Alhasil perang kemerdekaan menyebabkan turunnya kapasitas produksi (kapasitas produksi 1947 dibandingkan masa sebelum perang). Akhir masa perang kemerdekaan antisipasi krisis ekonomi (1950), dihadapkan pada ancaman krisis utang dan inflasi yang tinggi, pada Maret 1950 Menteri Keuangan Syafrudin mengeluarkan dua kebijakan penting gunting uang dan sertifikat devisa.

Nilai mata uang dipotong menjadi setengahnya, sertifikat devisa tujuannya mendorong ekspor serta menekan impor melalui mekanisme, eksportir mendapat sertifikat devisa 50% dari harga ekspor, importir wajib membeli sertifikat devisa dengan nilai sebesar harga barang yang diimpor. Adapun dampaknya mengurangi varian uang yang beredar, membatasi dan sekaligus menekan laju inflasi, menurunkan harga komoditas pokok, serta menambah pemasukan pemerintah.

Kemudian pasca perang kemerdekaan (1950 -1958), pada periode ini pembayaran utang Konferensi Meja Bundar (KMB) dan pembiayaan program nasionalisasi menjadi beban pengeluaran negara. Meski terbilang sukses, program nasionalisasi menyebabkan turunnya produktivitas dan profitabilitas BUMN terbentuk, sehingga membutuhkan subsidi dari APBN.

Era demokrasi dan ekonomi terpimpin (1959-1965), negara “memimpin” ekonomi nasional, sasaran dan kebijakan ekonomi mengacu dan tunduk pada tujuan besar politik negara. BUMN menjadi pelaku sentral ekonomi nasional – mendapat dukungan penuh dari APBN dan perbankan, Bank sentral menjadi bagian tidak terpisahkan dari pemerintahan. Pemotongan nilai uang memang berdampak harga barang menjadi murah.

Namun tetap saja rakyat kesusahan karena tidak memiliki uang. Kas negara sendiri defisit akibat proyek politik yang menghabiskan anggaran.

Untuk menyetop defisit, pemerintah justru mencetak uang baru tanpa perhitungan matang. Devaluasi kembali dilakukan pada 1965 dengan menjadikan uang Rp 1.000 menjadi Rp 1.

Akibatnya, bukannya berkurang, inflasi malah makin parah. Hingga pada akhir era Soekarno, terjadi hiperinflasi (1965), sejak 1958 pemerintah mengeluarkan kebijakan sanering, devaluasi mata uang, dan penerbitan mata uang baru untuk mengatasi hiperinflasi.

Namun kebijakan ini gagal (inflasi 1966 mencapai 635%) karena tidak mengatasi sumber utama kenaikan inflasi – defisit APBN. Untuk memperbaiki ekonomi secara menyeluruh, pada 28 Maret 1963, pemerintah mengeluarkan Deklarasi Ekonomi (Dekon) yang berisi 14 peraturan pokok. Sayangnya, Dekon tak mampu mengatasi kesulitan ekonomi dan masalah inflasi.

Dekon malah mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia. Selanjutnya Presiden berusaha menyatukan semua bank negara dalam bank sentral. Lewat Perpres No 7/1965, didirikan Bank Tunggal Milik Negara.Tetapi langkah tersebut justru memicu spekulasi dan penyelewengan dalam penggunaan uang negara. Sebab saat itu belum ada lembaga pengawas.

Lalu, bagaimana dengan kebijakan ekonomi era Jokowi? Jika Soekarno sebagai pelopor bangsa harus menghadapi ujian dalam sektor ekonomi mulai dari Indonesia dinyatakan menjadi bangsa yang merdeka.

Kini pemerintahan Jokowi nampaknya harus merasakan guncangan dalam sektor ekonomi, terutama ketika Indonesia dilanda virus Corona atau COVID-19. Hal itu lantaran Jokowi dituntut mencari solusi agar kehidupan ekonomi masyarakat Indonesia tetap mampu berjalan di tengah ganasnya virus Corona.

Dalam menggairahkan kembali ekonomi tanah air, Jokowi pun mengeluarkan sejumlah kebijakan pada Selasa (24/3/2020).

Pertama, Jokowi memerintahkan seluruh menteri, gubernur dan wali kota memangkas rencana belanja yang bukan belanja prioritas dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Kedua, Jokowi meminta pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk mengalokasikan ulang anggarannya untuk mempercepat pengentasan dampak corona, baik dari sisi kesehatan dan ekonomi. Langkah tersebut sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2020 tentang Tentang Refocussing Kegiatan, Realokasi Anggaran serta Pengadaan Barang dan Jasa dalam rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019.

Ketiga, Jokowi meminta pemerintah pusat serta pemerintah daerah menjamin ketersediaan bahan pokok, diikuti dengan memastikan terjaganya daya beli masyarakat, terutama masyarakat lapisan bawah.

Keempat, dia meminta program Padat Karya Tunai diperbanyak dan dilipatgandakan, dengan catatan harus diikuti dengan kepatuhan terhadap protokol pencegahan virus Corona, yaitu menjaga jarak aman satu sama lain. Jokowi secara khusus menyoroti program Padat Karya Tunai di beberapa kementerian, seperti Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Perhubungan, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Kelima, Jokowi menyebut pemerintah memberikan tambahan sebesar Rp50.000 pada pemegang kartu sembako murah selama enam bulan. Maka peserta kartu sembako akan menerima Rp 200.000 per keluarga per bulan. Untuk menjalankan alokasi tambahan kartu sembako ini, pemerintah menganggarkan biaya Rp4,56 triliun.

Keenam, Jokowi mempercepat implementasi kartu pra-kerja guna mengantisipasi pekerja yang terkena PHK, pekerja kehilangan penghasilan, dan penugusaha mikro yang kehilangan pasar dan omzetnya. Masyarakat yang terdampak diharapkan tersebut dapat meningkatkan kompetensi dan kulitasnya melalui pelatihan Kartu Pra Kerja. Tahun ini, pemerintah telah mengalokasikan Rp 10 triliun untuk Kartu Pra Kerja.

Ketujuh, pemerintah juga membayarkan pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 yang selama ini dibayar oleh wajib pajak (WP) karyawan di industri pengolahan. Alokasi anggaran yang disediakan mencapai Rp 8,6 triliun.

Kedelapan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan relaksasi kredit di bawah Rp 10 miliar untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Relaksasi tersebut berupa penurunuan bunga dan penundaan cicilan selama setahun, baik dari perbankan dan industri keuangan non bank.

Selain itu, penangguhan cicilan selama setahun juga berlaku bagi ojek, supir taksi dan nelayan yang memiliki cicilan kendaraan. Jokowi pun meminta pihak perbankan dan keuangan non bank untuk tidak mengejar para debitur.

Kesembilan, masyarakat berpenghasilan rendah yang melakukan kredit kepemilikan rumah (KPR) bersubsidi, akan diberikan stimulus. Pemerintah memberikan subsidi bunga hingga masa angsuran 10 tahun. Jika bunga di atas 5 persen, maka selisih bunga dibayar pemerintah.

Selain itu, ada juga bantuan pemberian subsidi uang muka bagi kredit rumah bersubsidi, dengan alokasi anggaran yang disiapkan mencapai Rp1,5 triliun. Sejumlah kebijakan yang dikeluarkan dalam menangani ekonomi di tengah COVID-19, membuat Jokowi mengimbau kepada sejumlah pihak untuk bersinergi melakukan mengantisipasi dampak ekonomi akibat COVID-19 hingga pemutusan mata rantai COVID-19 di tanah air.

Sumber : Akurat.co

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only