Terus Dihantam Wabah Corona Gawat, Penerimaan Pajak Diprediksi Minus 9,2 Persen

Kementerian Keuangan memprediksi penerimaan perpajakan minus 9,2 persen sepanjang 2020. Ini merupakan hasil evaluasi setelah penetapan Peraturan Presiden (Perpres) No 54 Tahun 2020.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu mengatakan, sebelumnya pada beleid Perpres 54 Tahun 2020, pemerintah sudah memperkirakan penerimaan perpajakan minus 5,4 persen.

“Untuk tahun ini, kita sudah lakukan penajaman lagi dua kali. Pertama asumsi sesuai Perpres 54 dan angkanya -5,4 persen, setelah kita lihat lagi pakai outlook angkanya jadi -9,2 persen. Belum pernah kita alami sedalam ini,” kata Febrio di ruang rapat Banggar DPR, Jakarta, kemarin.

Diterangkannya, lebih rinci, penerimaan perpajakan tahun turun tajam disebabkan dua masalah. Pertama, dunia usaha sedang sulit karena dihantam corona. Kedua karena pemerintah meningkatkan belanja untuk memberikan insentif.

“Jadi penurunan perpajakan datangnya dari dua arah. Rendahnya kegiatan ekonomi dan tindakan pemerintah membantu sektor usaha, maka kita masuk (prediksi) ke -9,2 persen,” tambahnya.

Seperti diketahui, pemerintah mengalokasikan anggaran Rp 695,2 triliun untuk program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Pada program ini, pemerintah memberikan banyak insentif untuk beberapa sektor termasuk dunia usaha.

Jika dirinci, anggaran tersebut terdiri untuk sektor kesehatan sebesar Rp 87,55 triliun, perlindungan sosial Rp 203,9 triliun, insentif dunia usaha Rp 120,61 triliun, insentif bagi UMKM Rp 123,46 triliun, pembiayaan korporasi Rp 53,57 triliun, dan sektoral kementerian/lembaga dan Pemda sebesar Rp 106,11 triliun.

“Harapannya, penerimaan perpajakan ikut membaik di 2021,” ujar Febrio

Ia menyebut, target penerimaan perpajakan tumbuh di kisaran 2,5-10,5 persen pada tahun 2021.

Angka tersebut naik drastis dibandingkan dengan perkiraan tahun ini yang minus 9,2 persen. Febrio mengatakan ada beberapa strategi yang akan dijalankan pemerintah dalam mengejar target penerimaan pajak tahun depan.

“Kita sedang masuk reformasi perpajakan. Saat ini memang penerimaan perpajakan kita relatif rendah dibanding negara sebanding seperti Thailand, Vietnam, Filipina. Tapi, reformasi perpajakan ini tidak selesai dalam 1 tahun,” kata Febrio.

Dalam reformasi perpajakan ini, dikatakan Febrio, pemerintah akan menurunkan tarif PPh badan dari 25 persen menjadi 22 persen dan turun lagi menjadi 20 persen. Meski bakal menurunkan penerimaan, namun dalam jangka panjangnya bisa menambah subjek pajak Tanah Air.

“Kita perlu berkorban dulu beberapa tahun. Memang penerimaan perpajakan akan turun. Tapi harapannya itu membuat daya saing usaha di Indonesia semakin kompetitif. Bisa menunjang ketinggalan kita dibandingkan negara-negara pesaing,” tegasnya.

Pemerintah, kata Febrio, juga akan meminimalisir perpajakan yang tidak adil, mengembangkan platform nasional logistik, pemanfaatan big data dalam menarik kewajiban perpajakan.

Namun, pemerintah belum bisa menerapkan ekstensifikasi dan intensifikasi di saat pandemi corona. Pemerintah justru akan melanjutkan beberapa stimulus atau insentif kepada dunia usaha di 2021. Salah satunya, lewat penurunan tarif PPh Badan.

Sumber : Rmco.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only