UMKM Usul 5 Poin dalam RUU Ciptaker

Jakarta- Kalangan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) mengusulkan lima poin dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja (Ciptaker).

Managing Director Institute of Developing Economies & Entrepreneurship Sutrisno Iwantono mengatakan pemerintah dan DPR seharusnya menjadikan materi tentang UMKM titik utama pembahasan. Saat ini, Omnibus Law Ciptaker tengah dibahas oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR.

“Sebab, penyedia lapangan kerja terbesar di Indonesia adalah sektor UMKM,” ujarnya dalam diskusi virtual, Rabu (24/6).

Ia menjabarkan lima poin usulan dari kalangan pelaku UMKM dalam pembahasan omnibus law ciptaker. Pertama, usulan tentang kriteria UMKM dalam omnibus law. Menurutnya, standarisasi dibutuhkan lantaran tiap kementerian/lembaga memiliki kriteria sendiri tentang UMKM.

“Kriteria UMKM seharusnya bukan semata-mata untuk keperluan pemerintah dalam mengumpulkan dan menyusun data statistik, tapi untuk keperluan pemberdayaan UMKM serta program pengembangan,” ujarnya.

Ia merincikan kriteria usaha mikro diusulkan memiliki omzet tahunan Rp200 juta-Rp2 miliar. Kemudian, mempunyai aset di kisaran Rp100 juta-Rp1 miliar di luar tanah dan bangunan serta memiliki tenaga kerja sampai 5 orang.

Untuk kriteria usaha kecil diusulkan memiliki omzet tahunan Rp2 miliar-Rp10 miliar. Kemudian, mempunyai aset antara Rp1 miliar-Rp5 miliar di luar tanah dan bangunan, serta memiliki tenaga kerja 6-40 orang.

Terakhir, kriteria menengah diusulkan memiliki omzet tahunan antara Rp10 miliar-Rp40 miliar. Kemudian, mempunyai aset antara Rp5 miliar-Rp20 miliar di luar tanah dan bangunan, serta memiliki tenaga kerja 40-150 orang.

“Untuk kegiatan dengan omzet di bawah Rp200 juta atau ultra mikro ditempatkan pra-usaha sehingga diperlakukan sebagai social safety net (jaring pengaman sosial) dengan kelonggaran, kemudahan, dan subsidi sangat khusus,” katanya.

Kedua, usulan terkait perpajakan. Ia menuturkan besaran perpajakan bagi UMKM saat ini dinilai kurang mendorong UMKM berkembang dan naik kelas. Saat ini, batasan pajak final sebesar 0,5 persen dari omzet tahunan maksimum Rp4,8 miliar, serta dibatasi hanya sampai 3 tahun untuk badan.

“Untuk itu diusulkan batasan omzet tahunan menjadi Rp10 miliar dan tidak dibatasi hanya 3 tahun, tetapi selama masih berstatus usaha mikro dan kecil harusnya tetap dalam aturan itu,” katanya.

Ketiga, usulan terkait pengupahan. Ia menilai patokan upah minimum tidak layak diterapkan bagi Usaha Mikro dan Kecil (UMK). Sebagai gantinya, ketentuan upah diusulkan melalui negosiasi antara pemberi kerja dan penerima kerja.

“Sebab, rata-rata kemampuan membayar upah masih rendah berkisar Rp2 juta sampai dengan Rp2,5 juta per bulan. Maka, boleh dipastikan bahwa UMR (Upah Minimum Regional) tidak mungkin diberlakukan bagi UMK, apabila diberlakukan pasti UMK akan rontok,” tuturnya.

Keempat, usulan tentang perizinan. Ia mengusulkan agar pemerintah menyederhanakan perizinan lantaran perizinan usaha di Indonesia masih cenderung berbelit-belit. Bagi UMKM, diusulkan bersifat pendaftaran atau notifikasi.

“Jadi kalau sudah mendaftar sudah cukup. Kecuali yang dilarang, yaitu usaha yang sifatnya berbahaya dan menyangkut keamanan dalam hal ini perlu perizinan,” jelasnya.

Kelima, usulan terkait pendanaan. Ia menuturkan pemerintah perlu menyediakan program dukungan akses pendanaan bagi UMKM pada perbankan dan lembaga pembiayaan lain. Dukungan diberikan dalam bentuk administrasi sederhana serta portofolio dalam jumlah tertentu di perbankan untuk membiayai atau menyalurkan kredit bagi UMKM.

“Kami juga mengusulkan kebijakan bunga dan jaminan yang ringan,” ucapnya.

Sumber : CnnIndonesia.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only