Kemenkeu: Penerimaan Pajak Tahun Ini Merosot 9,2 Persen

JAKARTA — Kementerian Keuangan mengatakan, pertumbuhan penerimaan pajak tahun ini akan mengalami kontraksi yang cukup dalam.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan menyatakan, tahun ini, pertumbuhan penerimaan pajak diperkirakan akan mengalami kontraksi sebesar 9,2 persen. Angka tersebut lebih tertekan dari asumsi yang tertuang di dalam Perpres 54 tahun 2020 yang mengalami kontraksi atau tumbuh negatif 5,4 persen.

“Di 2020 pun sudah terlihat saat ini bahwa akan sangat dalam. Untuk 2020, ini pun kita sudah lakukan penajaman lagi 2 kali. Pertama asumsi Perpres 54 2020 itu kita lihat pertumbuhannya -5,4 persen, tapi setelah kita lihat lagi data terakhir, saat ini angka yang digunakan adalah outlook 2002 -9,2 persen,” ujar Febrio ketika melakukan rapat dengan Badan Anggaran DPR RI, Rabu (24/6/2020).

Febrio menyebutkan, rata-rata realisasi pertumbuhan penerimaan perpajakan dalam lima tahun terakhir sudah cukup rendah, yaitu di kisaran 6,2 persen.

Di tahun 2020, akibat hantaman pandemi virus corona (Covid-19) penerimaan negara pun kian tertekan. Febrio mengatakan, kontraksi yang cukup dalam pada penerimaan perpajakan tahun ini belum pernah di alami di tahun-tahun yang lalu.

“Jadi memang belum pernah kita alami tekanan sedalam ini untuk penerimaan perpajakan. Dan bulan-bulan ke depan masih akan dilihat seperti apa,” ucap dia.

Febrio mengatakan, terdapat dia penyebab tekanan terjadi dalam penerimaan perpajakan. Pertama, perekonomian yang sedang sakit akibat akibat banyak kegiatan usaha yang harus berhenti hingga merumahkan pekerja.

Kedua, pemerintah secara jor-joran menggelontorkan anggaran belanja untuk membantu sektor usaha.

“Kalau kita berada di minus 9,2 persen outlok 2020, itu harapannya mencerminkan kondisi sekarang dan juga kondisi di mana pemeritnah berusaha untuk hadir,” ujar dia.

Untuk diketahui, pemerintah menganggarkan dana sebesar Rp 695,2 triliun untuk penanganan pandemi. Besaran dana tersebut mayoritas dialokasikan untuk program perlindungan sosial sebesar Rp 203,9 triliun.

Selain itu, pemerintah juga akan menggunakannya untuk sektor kesehatan sebesar Rp 87,55 triliun, insentif usaha Rp 120,61 triliun, dan sektor UMKM Rp 123,46 triliun. Lalu, sisanya untuk pembiayaan korporasi sebesar Rp 53,57 triliun dan dukungan sektoral kementerian/lembaga serta pemerintah daerah (pemda) Rp 106,11 triliun.

Adapun dengan revisi tersebut, maka terjadi perubahan atas realisasi dalam APBN tahun ini.

Outlook pendapatan negara turun menjadi Rp 1.699,1 triliun dari yang sebelumnya Rp 1.760,9 triliun. Pendapatan dari sektor perpajakan, baik dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) turun menjadi Rp 1.404,5 triliun dari yang sebelumnya Rp 1.462,6 triliun. Sedangkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) menjadi Rp 294,1 triliun. Dengan begitu total pendapatan dalam negeri menjadi Rp 1.698,6 triliun dan hibah Rp 0,5 triliun.

Sementara untuk anggaran belanja negara mengalami kenaikan menjadi Rp 2.738,4 triliun dari yang sebelumnya Rp 2.613,8 triliun.

Adapun untuk anggaran transfer daerah dan dana desa (TKDD), lanjut Febrio meningkat tipis menjadi Rp 763,9 triliun dari yang sebelumnya Rp 762,7 triliun.

Sumber: Kompas.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only