Realisasi Stimulus Ekonomi Meningkat, tetapi Masih Rendah

JAKARTA — Realisasi stimulus fiskal untuk penanganan Covid-19 dan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pada awal kuartal III ini sudah mulai menunjukkan peningkatan, meskipun untuk beberapa sektor masih tergolong minim.

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengeluaran Negara Kunta Wibawa Dasa Nugraha mengungkapkan, untuk pembiayaan public goods yang menyangkut hajat hidup orang banyak seperti bidang kesehatan, perlindungan sosial, serta sektoral kementerian/lembaga (K/L) dan Pemda, secara umum progres stimulus ini masih menghadapi tantangan di level operasional dan proses administrasi.

Untuk di bidang kesehatan, realisasinya hingga awal pekan ini mencapai 5,12%, meningkat dibandingkan pekan lalu yang baru 4,68%.

“Penyerapan yang masih rendah ini terkait proses perubahan Pagu maupun kendala pelaksanaan di lapangan, keterlambatan klaim biaya perawatan dan insentif tenaga kesehatan,” kata Kunta Wibawa dalam konferensi pers melalui webinar, Rabu (8/7/2020).

Untuk insentif nakes, menurutnya akan ada percepatan pembayaran di bulan Juli setelah ada simplifikasi prosedur dengan adanya revisi Keputusan Menteri Kesehatan. Untuk klaim biaya perawatan juga disediakan penyediaan uang muka sambil pihak rumah sakit melengkapi dokumen-dokumen yang dibutuhkan.

Untuk stimulus di bidang perindungan sosial, realisasinya meningkat dari 34,06% menjadi 36,19%. Menurut Kunta, penyerapan relatif baik untuk program existing, tetapi masih perlu upaya akselerasi untuk program stimulus tambahan seperti BLT Dana Desa dan Kartu Prakerja.

“Permasalahan di lapangan seperti target error dan overlapping. Ini yang perlu diperbaiki terus dalam penyaluran bulan depan,” ujarnya.

Sedangkan untuk sektoral dan Pemda, realisasinya naik dari 4,01% menjadi 5,18%. Dukungan Pemda secara umum juga masih proses penyelesaian regulasi. Tetapi untuk program Padat Karya oleh K/L sudah mulai dilakukan.

Pembiayaan Pemulihan Ekonomi
Untuk pembiayaan non-public goods yang menyangkut upaya pemulihan ekonomi dan dunia usaha seperti pembiayaan untuk usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), Korporasi non-UMKM, dan insentif usaha, Kunta mengatakan realisasinya juga masih terkendala proses administrasi dan regulasi untuk tetap menjaga akuntabilitas.

Untuk insentif dunia usaha dari sisi perpajakan, realisasinya naik dari 10,4% menjadi 11,18%. Menurut Kunta, pemanfaatan insentif perpajakan oleh pelaku usaha masih belum optimal. Wajib Pajak (WP) yang eligible untuk memanfaatkan insentif pajak ada yang belum atau tidak mengajukan permohonan, sehingga perlu sosialisasi yang lebih massif dan melibatkan stakeholder terkait.

Mengenai dukungan untuk UMKM, realisasinya masih 22,74%. Mayoritasnya dari penempatan dana pemerintah pada Bank Himbara sebesar Rp 30 triliun. Sementara itu untuk pembiayaan korporasi, realisasinya masih 0% lantaran masih melakukan penyelesaian skema dukungan dan regulasi, serta infrastruktur pendukung untuk operasionalisi.

Sebagai informasi, untuk biaya penanganan Covid-19 dan juga PEN, totalnya sebesar Rp 695,2 triliun. Dari jumlah tersebut, rinciannya adalah Rp 87,55 triliun untuk bidang kesehatan, Rp 203,9 triliun untuk program perlindungan sosial, Rp 123,46 untuk dukungan kepada UMKM, Rp 120,61 triliun untuk insentif bagi dunia usaha, Rp 53,57 triliun untuk pembiayaan korporasi dan BUMN, dan Rp 106,11 triliun untuk memberikan dukungan bagi sektoral maupun kementerian/lembaga serta pemerintah daerah.

Sumber: Beritasatu.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only