Per 8 Juli, Serapan Sektor Kesehatan Penanganan Covid-19 Baru 5,12%

JAKARTA- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat realisasi penyerapan belanja kesehatan untuk penanganan pandemi Covid-19 mencapai Rp4,48 triliun per 8 Juli 2020. Jumlah tersebut setara 5,12% dari total pagu anggaran sebesar Rp87,55 triliun di APBN 2020.

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengeluaran Negara Kemenkeu sekaligus Ketua Tim Monitoring Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Kunta Wibawa Dasa Nugraha mengungkapkan realisasi masih minim karena beberapa kendala, diantaranya ada kendala pada keterlambatan klaim biaya perawatan dan insentif tenaga kesehatan.

“Ini yang kami lihat kendalanya adalah keterlambatan klaim, itu sebenarnya sudah dilaksanakan tapi ada beberapa pencairannya yang belum,” ungkap Kunta dalam konferensi pers virtual, Rabu (8/7).

Meski begitu, Kunta menegaskan bahwa pemerintah akan terus mengoptimalkan untuk melakukan percepatan realisasi bagi insentif tenaga medis dan klaim biaya perawatan. Hal ini dilakukan melalui mempercepat pembayaran di Juli setelah ada simplifikasi prosedur sesuai revisi Keputusan Menteri Kesehatan (KMK).

Solusi ini ditujukan untuk kendala klaim insentif tenaga kesehatan. Kedua, pemerintah melakukan terobosan dengan menggunakan uang muka, jadi uang muka tetap dapat disalurkan meskipun dokumen belum lengkap, namun ia menegaskan dokumen harus tetap dilengkapi.

Secara rinci, Kunta menjelaskan dari anggaran yang terealisir Rp 4,48 triliun, penggunaan belanja kesehatan penanganan corona terbesar disalurkan pada tiga pos. Pertama, untuk anggaran Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) senilai Rp3,5 triliun.

Dana digunakan untuk pengadaan Alat Pelindung Diri (APD), alat kesehatan, test kit, klaim biaya perawatan, mobilisasi dan logistik, serta karantina dan pemulangan Warga Negara Indonesia (WNI) di luar negeri.

Kedua, tambahan belanja stimulus sebesar Rp 75 triliun yang mencakup insentif untuk tenaga kesehatan, santunan kematian tenaga kesehatan, bantuan iuran BPJS, dan belanja penanganan kesehatan lainnya.

Ketiga untuk insentif perpajakan sebesar Rp9,05 triliun. Anggaran digunakan untuk pembebasan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 untuk jasa dan honor tenaga kesehatan. Kemudian untuk pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ditanggung pemerintah (DTP) dan pembebasan bea masuk impor alat kesehatan.

Sementara itu, jika berdasarkan alokasi penanganan Covid-19 sektor kesehatan diberikan untuk belanja penanganan Covid-19 sebesar Rp65,8 triliun, insentif tenaga kesehatan Rp5,9 triliun, santunan kematian Rp300 miliar, bantuan iuran JKN Rp3 triliun, Gugus Tugas Covid-19 Rp3,5 triliun, dan insentif perpajakan Rp9,05 triliun.

. “Yang lain masih relatif rendah, terutama insentif tenaga kesehatan,” tutur Kunta.

Selain itu ia menyebabkan faktor penyerapan yang rendah khususnya pada insentif tenaga kesehatan dan santunan kematian, dikarenakan program yang masih baru. Artinya, pemerintah membutuhkan waktu yang panjang untuk mengumpulkan dokumen yang dibutuhkan dan verifikasi terlebih dahulu.

Proses koordinasi antara pusat dan daerah pun terbilang rumit, oleh karena itu untuk mempercepat penyerapan dan penyalurannya proses verifikasi akan dipangkas menjadi lebih simpel dan difokuskan di daerah.

“Jadi verifikasi hanya di daerah untuk insentif tenaga kesehatan. Jadi rumah sakit daerah langsung ke daerah situ untuk verifikasinya, dan verifikatornya banyak,”jelasnya.

Meski begitum pemerintah akan terus melakukan monitoring dan pengawasan terhadap pencairan anggaran kesehatan tiap pekan dengan menjaga tata kelola govermanve dan memberikan fleksibilitas, agar pencairannya lebih cepat.

Oleh karena itu, ia berharap, tingkat realisasinya akan terus naik dan mencapai 100% hingga Desember.

Sementara itu, Sekretaris Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kementerian Kesehatan Trisa Wahjuni Putri mengatakan untuk melakukan percepatan saat ini ada dua kelompok yakni dengan menambah kelompok verifikator dan kelompok tindak lanjut informasi ke fasilitas kesehatan dengan mengusulkan kekurangan yang harus dilengkapi.

“Sebab dari penglaman kami, melihat proses yang paling lama itu di verifikator sampaikan belum layak yang dibayarkan dan belum disetujui kemudian kembalikan. Namun saat pengembalian mereka lama sekali, jadi ini diberikan guidance tuntunan apa yang bisa dilakukan termasuk dalam format instan untuk membantu percepatan,”jelasnya.

Selain itu percepatan juga dilakukan melalui revisi Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) Hk. 01.07/Menkes/278/2020 menjadi Kepmenkes Nomor Hk.01.07/Menkes/392/2020.

Sumber : InvestorDaily.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only