Keluhan Wajib Pajak di Era New Normal

Pandemi  Covid-19 memang belum selesai. Namun saat ini skenario tatanan New Normal (Kenormalan Baru) sudah disiapkan  dengan segala macam teknisnya, juga pernak-pernik peraturannya. Jalan terjal ini harus ditempuh oleh pemerintah demi menggerakan kembali roda perekonomian yang kian melambat. Diperlukan langkah konkrit yang segera untuk mengatasi kondisi ini agar perekonomian tidak mengalami kehancuran, solusinya adalah gerakan new normal. Dalam memberlakukan kebihana sosial new normal, pemerintah sudah merilis rambu-rambu penerapannya di ranah bisnis. Mulai dari ketentuan jam operasional, prosedur pengawasan kesehatan karyawan, hingga ketentuan kapasitas operasional.

Perlakuan perlonggaran juga terjadi di negara-negara dunia. Negara seperti Amerika, China, Vietnam, Perancis, Ceko, Austria, Selandia Baru, Inggris, Italia, India, Afrika Selatan, Nigeria, Mesir, Spanyol, Denmark, Norwegia, Mesir pasti punya alasan yang sama dengan Indonesia yakni pertimbangan pemulihan perekonomian agar tidak jatuh terpuruk semakin dalam. Para pengusaha pun tak sabar ingin menjalankan lagi roda bisnis yang sudah terseok sejak 3 bulan terakhir. Beberapa hari ini jalan-jalan di Jakarta sudah tampak ramai mobil dan motor mulai padat. Pusat perbelanjaan mulai dibuka,geliat ekonomi mulai berlangsung kembali, walau belum normal namun sudah ada pergerakan yang signifikan.

Negara sudah mengambil langkah kebijakan yang komprehensif dibidang fiskal dan moneter untuk menghadapi Covid-19. Di bidang fiskal, pemerintah melakukan kebijakan refocusing kegiatan dan realokasi anggaran. Untuk itu, Presiden Joko Widodo, menerbitkan Inpres No 4 Tahun 2020, yang menginstruksikan, seluruh Menteri/Pimpinan/Gubernur/Bupati/Walikota mempercepat recofusing kegiatan, realokasi anggaran dan pengadaan barang jasa penanganan Covid-19. Bersanding lurus dengan itu Kementerian Keuangan akan realokasi dana APBN sebesar Rp 62,3 triliun. Dana tersebut diambil dari anggaran perjalanan dinas, belanja non operasional, honor-honor, untuk penanganan/pengendalian Covid-19, perlindungan sosial ( social safety net ) dan insentif dunia usaha. APBD juga diharapkan di recofusing dan realokasi untuk 3 hal tersebut. Gerakan perlawanan Covid-19 diperkuat, dengan dilakukan penyediaan fasilitas dan alat kesehatan, obat-obatan, insentif tim medis yang menangani pasien Covid-19 dan kebutuhan lainnya. Social safety net diberikan untuk meningkatkan daya beli masyarakat melalui program keluarga harapan ( PKH), Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Sembako dan beras sejahtera.

Kemeterian/Lembaga/Pemda diharapkan memperbanyak program padat karya termasuk Dana Desa. Sedangkan insentif dunia usaha dilakukan untuk membantu pelaku usaha khususnya UMKM dan sektor informal. Kemkeu juga menggelontorkan PMK 44/2020 yang memberikan stimulus pajak untuk karyawan dan dunia usaha yaitu pajak penghasilan karyawan ditanggung Pemerintah, pembebasan pajak penghasilan impor, pengurangan angsuran Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25. Disamping itu, pemberian insentif/fasilitas Pajak Pertambahan Nilai yang terdampak Covid-19. Presiden RI Joko Widodo juga memberikan arahan agar Kementerian/Lembaga memprioritaskan pembelian produk UMKM, mendorong BUMN memberdayakan UMKM dan produk UMKM masuk e-catalog .

Demikian pula dengan bidang moneter, kebijakan moneter yang diambil harus selaras dengan kebijakan fiskal dalam meminimalisisr dampak Covid-19 terhadap perekonomian nasional. Oleh sebab itu otoritas moneter harus dapat menjaga nilai tukar rupiah, mengendalikan inflasi dan memberikan stimulus monoter untuk dunia usaha. Diharapkan ada relaksasi pemberian kredit perbankan dan mengintensifkan penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Insentif Fiskal

Jika diuraikan tujuan regulasi ini, misalnya untuk PPh 21, agar para pekerja disektor industri pengelolaan (Pabrikan) yang jumlahnya signifikan dapat mempertahankan daya beli. Sedangkan untuk PPh 22 bertujuan memberikan stimulus bagi industri dimaksud untuk tetap mempertahankan laju impornya. Bagi PPh 25 bertujuan menyetabilkan ekonomi dalam negeri dan peningkatan ekspor. Regulasi untuk restutisi PPN dipercepat bertujuan membantu wajib pajak dapat lebih optimal dalam manajemen kas dan membantu cash flow wajib pajak ditengah kesulitan ini. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perpu Nomor 1 tahun 2020, yang terbit tanggal 1 April 2020 yang menurunkan tarif pajak tahun 2020 dan 2021 dari 25% menjadi 22% sedangkan tahun 2022 akan menjadi 20%. Semua kebijakan insentif pajak ini bermuara untuk memulihkan perekonomian dan meringkankan pengusaha sebagai wajib pajak dan juga sebagai pelaku bisnis.

Namun sebenarnya yang menjadi keluhan utama dari pengusaha saat ini yang merupakan wajib pajak, bukan persoalan pajak semata tapi apakah kegiatan new normal bisa berhasil mengatasi kelesuan ekonomi misalnya pada bisnis angkutan umum. Mungkinkah angkutan tetap meraup untung jika pada masa new normal mereka hanya boleh mengangkut 50% kapasitas penumpang. Apakah restoran dapat mendapatkan keuntungan kalau diperbolehkan hanya menjamu separuh dari jumlah tamu normal karena harus jaga jarak? Pelaku bisnis khawatir daya beli masyarakat yang masih lemah sehingga new normal ini tidak berlajan.

Para pengusaha juga kikuk dengan kondisi new normal,apakah nanti pemasukan mereka tisak sebanding dengan biaya operasional yang dikeluarkan. Karena kalau usahanya dimulai namun daya beli dan pangsa pasarnya tak ada, maka kapital akan tergerus karena beban operasional akan tetap keluar. Tentu ini akan terjadi ketika ketidakseimbangan antara pendapatan dan biaya atau lebih besar pasak daripada tiang. Maka, protokol new normal harus dibuat secermat-cermatnya untuk melindungi pengusaha agar memberikan keuntungan namun tetap bisa menekan penyebaran virus. Mengutip pernyataan Menteri Keuangan, bahwa ekonomi dan kesehatan menjadi prioritas, namun masalahnya, seberapa besar manfaat ekonomi jika new normal diberlakukan dibandingkan dengan resiko yang menyertainya?

Ini memang keputusan yang sulit yang harus dibuat pemerintah. Namun semoga kesulitan ini dapat diatasi dengan mengeluarkan kebijakan yang lebih tepat sasaran dan tepat guna dimasa new normal sehingga para pengusaha dapat terbantu dan kembali normal berbisnis. Setiap persoalan pasti dapat diatasi dan pasti ada jalan keluarnya, ujar pepatah kuno Inggris “Where there is a will there is a way “. Tetaplah optimistis, badai ekonomi ini pasti berlalu.

Sumber: Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only