Mengapa Penyaluran Insentif Pajak untuk UMKM Minim?

Jakarta – Dari 2,3 juta UMKM yang terdaftar di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, baru 201 ribu atau 8,7 persen saja yang sudah menerima insentif pembebasan pajak penghasilan PPH.

“Kami juga bertanya, apakah sulit pendaftarannya atau ada masalah lain?,” kata Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo dalam acara diskusi virtual Katadata pada Senin, 13 Juli 2020.

Dalam diskusi ini, sejumlah masalah dalam penyaluran insentif ini pun terungkap. Berikut di antaranya:

  1. Minim Sosialisasi
    Normalnya, UMKM membayar pajak penghasilan 0,5 persen dari omzet mereka. Namun setelah pandemi, pemerintah memberikan pembebasan untuk UMKM. Mereka yang bisa menerima adalah UMKM dengan omzet di bawah Rp 4,8 miliar per tahun atau Rp 13,1 juta per tahun.

Namun, Deputi Produksi dan Pemasaran Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Victoria Simanungkalit melihat ada masalah pada sosialisasi. Sebab, UMKM harus mengajukan terlebih dahulu sebelum mendapatkannya. “Mereka anggap otomatis, padahal harus mengajukan,” kata Victoria.

Bukan hanya Victoria, Ketua Bidang Ekonomi Digital Asosiasi E-Commerce Indonesia (IdEA) Bima Laga pun menyampaikan masalah yang sama. Beberapa hari lalu, IdEA juga melakukan sosialisasi atas insentif ini.

Bima menanyakan kepada komunitas penjual di salah satu platform apakah sudah ada yang mengajukan. “Sayangnya kita belum dapat jawaban yang menggembirkan, banyak yang belum menerima komunikasi ini,” kata dia.

2. Belum Semua punya NPWP
Data dari Kementerian Koperasi, saat ini ada sekitar 64 juta UMKM di Indonesia. Rinciannya yaitu 63 juta usaha mikro, 783 ribu usaha kecil, dan 60 ribu usaha menengah.

Tapi berdasarkan laporan Ditjen Pajak, tahun lalu baru 2,3 juta saja UMKM yang sudah punya Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan membayar pajak ke negara. Jumlah ini hanya 3,5 persen saja dari total UMKM.

Victoria yakin masalah utama ada pada usaha mikro. Sebab, menurut dia, 843 ribu usaha kecil dan menengah sudah punya NPWP dan membayar pajak.

Pada usaha mikro, karakternya pun berbeda. Victoria mengatakan sebagian besar memang belum wajib membayar pajak. Sebab, penghasilan mereka baru Rp 4,5 juta per bulan atau Rp 54 juga per tahun (di bawah Penghasilan Tak Kena Pajak).

Tapi masih ada sebagian yang di atas itu namun belum punya NPWP dan membayar pajak. Untuk itu, Victoria menyebut kementeriannya kini aktif melakukan sosialisasi kepada para UMKM ini.

Bima Laga juga mengamini hal ini. Namun praktik di lapangan, ternyata masih banyak hal dasar yang belum diketahui pelaku UMKM. Jangankan untuk mengajukan diri agar mendapatkan insentif PPh, untuk cara membuat NPWP pun belum semuanya paham.

3. Takut Mengurus Insentif Pajak
Bagi pelaku UMKM, masalah pun ternyata beragam. Pendiri Little Thoughts Planner Ola Harika misalnya. Dia mengatakan belum mengajukan insentif ini. Sebab, kata dia, informasi mengenai hal ini masih minim.

“Ketika dengar pajak itu langsung defensif, takut,” kata dia. Karena itu, Ola pun berharap ada pendampingan dari Ditjen Pajak kepada UMKM seperti dia agar informasi insentif ini diterima lebih luas.

Kepada Ola, Suryo berjanji menyampaikan informasi mengenai pajak ini dengan lebih baik ke masyarakat. “Jadi enggak perlu takut sama istilah pajak,” kata dia.

Sumber : Tempo.co

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only