Skema Baru PPN Pertanian Ditargetkan Sumbang Rp 300 Miliar

JAKARTA– Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menargetkan, dengan skema baru pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) produk pertanian tertentu bisa menambah penerimaan negara sebesar Rp 300 miliar di sisa akhir tahun 2020.

Melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 89 Tahun 2020, pemerintah menawarkan skema baru yakni nilai lain sebagai dasar pengenaan pajak dalam PPN, bagi petani dengan omzet Rp 4,8 miliar per tahun atau 400 juta per bulan.

“Kalau hitungan kami dampak PMK ini ke penerimaan PPN tidak terlalu besar untuk tahun ini (Agustus-Desember) yaitu sekitar Rp300 miliar,” ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu dalam diskusi online, Kamis (6/8/2020).

Menurutnya, skema baru pungutan PPN pertanian tidak sepenuhnya untuk mengumpulkan penerimaan, melainkan memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha di sektor pertanian untuk memenuhi kewajiban pajaknya.

Kontribusi sektor pertanian terhadap produk domestik bruto (PDB) terbilang besar, pada 2019 mencapai 12,72 persen atau sekitar Rp 2.000 triliun. Tapi konstribusinya pada penerimaan pajak justru sangat kecil.

Padahal sektor pertanian menjadi kontributor ketiga terbesar pada PDB, setelah sektor manufaktur yang sebesar 19,7 persen dan sektor perdagangan 13,01 persen. Kedua sektor ini bahkan berkontribusi paling besar terhadap penerimaan pajak.

“Ini terlihat kurang proporsional, makanya yang ingin kedepankan dengan PMK ini agar semakin mudah sektor pertanian dan pelaku usaha sektor pertanian lakukan kewajibannya bayar pajak sebagai warga negara yang baik,” ujar Febrio.

Dalam PMK ini, petani diberikan dua opsi yakni skema normal dengan menggunakan harga jual sebagai dasar pengenaan pajak, sehingga tarif efektif PPN 10 persen.

Atau skema baru, menggunakan nilai lain sebagai dasar pengenaan pajak yakni tarif 10 persen dari harga jual. Sehingga tarif efektif PPN menjadi 1 persen dari harga jual.

Dengan demikian, petani bisa memilih skema pengenaan pajak dengan tarif efektif PPN 10 persen atau tarif efektif 1 persen.

Bila menggunakan mekanisme baru, maka badan usaha industri yang membeli barang hasil pertanian dari petani ditunjuk sebagai pemungut PPN 1 persen, dan tetap dapat mengkreditkan PPN tersebut sebagai pajak masukan.

Pemungutan oleh badan usaha industri ini semakin meningkatkan kemudahan bagi petani dan kelompok petani.

Tetapi jika menggunakan skema harga jual sebagai dasar pengenaan pajak dengan tarif efektif PPN 10 persen, petani harus menyetorkan pajaknya sendiri sehingga harus memiliki pembukuan.

Adapun bagi petani yang ingin menggunakan dasar pengenaan pajak dengan nilai lain, maka harus mengirimkan notifikasi kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu terlebih dahulu pada saat menyampaikan SPT Masa PPN.

Berbagai barang hasil pertanian yang dapat menggunakan ketentuan nilai lain adalah barang hasil perkebunan, tanaman pangan, tanaman hias dan obat, hasil hutan kayu, serta hasil hutan bukan kayu.

Sumber:Kompas.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only