Daftar Pemda ‘Terlelet’ Tarik Pajak dan Retribusi

Jakarta – Kabupaten Bekasi yang memiliki kawasan industri terbesar di Asia Tenggara, tepatnya di Cikarang ternyata masuk dalam daftar daerah ‘terlelet’ dalam merealisasikan pendapatan daerahnya, baik dari pajak maupun retribusi, serta pendapatan lainnya.

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mencatat dari rata-rata realisasi pendapatan untuk kabupaten/kota 48,21%. Dari keseluruhan kabupaten/kota, ada 10 daerah yang paling lambat dalam merealisasikan pendapatan daerah dalam APBD tahun anggaran 2020 selama periode Januari-Juni 2020.

Realisasi pendapatan daerah terkecil didominasi oleh daerah di wilayah Indonesia timur, ada juga di Kalimantan Timur dan Aceh. Sementara, satu-satunya kabupaten di Pulau Jawa, tepatnya Jawa Barat yang paling lambat merealisasi pendapatannya ialah Kabupaten Bekasi dengan persentase 26,53% selama semester I-2020.

“Realisasi pendapatan jauh di bawah rata-rata nasional itu meliputi Manokwari, Simeulue, Mimika, Sumba Barat Daya, Pegunungan Bintang, Kabupaten Bekasi, Kutai Kartanegara, Deiyai, Maybrat, dan Tolikara,” ungkap Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri Mochamad Ardian Noervianto dalam konferensi pers virtual, Rabu (12/8/2020).

Berikut daftar 10 daerah dengan realisasi pendapatan paling lambat:

  1. Kabupaten Tolikara (Papua) 28,71%
  2. Kabupaten Maybrat (Papua Barat) 28,17%
  3. Kabupaten Deiyai (Papua) 28,13%
  4. Kabupaten Kutai Kartanegara (Kalimantan Timur) 28,05%
  5. Kabupaten Bekasi (Jawa Barat) 26,53%
  6. Kabupaten Pegunungan Bintang (Papua) 26,22%
  7. Kabupaten Sumba Barat Daya (NTT) 24,22%
  8. Kabupaten Mimika (Papua) 23,56%
  9. Kabupaten Simeulue (Aceh) 17,8%
  10. Manokwari (Papua Barat) 9,02%.

Ardian mengatakan, ada beberapa faktor yang menyebabkan realisasi pendapatan daerah berjalan lambat, antara lain dampak virus Corona (COVID-19) yang menyebabkan hambatan dalam menarik pajak ke perusahaan.

“Permasalahan umum yang dihadapi tentunya menyangkut pajak retribusi yang bisa dikatakan kurang optimal karena COVID-19. Apalagi yang sumbernya dari sektor jasa, ada hotel, ada restoran. Nah tentunya ini sangat berdampak pada Pemda,” papar Ardian.

Selain itu, terpukulnya APBN yang menyebabkan dana transfer pemerintah pusat juga terdampak.

“Karena terpukulnya APBn tentunya akan berdampak pada dana transfer. Baik itu DAU, DAK, maupun DBH. Dana transfer yang menghiasi APBD mau tidak mau terkoreksi. Nah ini dari kacamata pendapatan,” tandas dia.

Sumber: Detik.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only