Digitalisasi Masalah Hukum dan Gaji Bantu UMKM Naik Kelas

JAKARTA — Pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) disebut kerap mengalami hambatan untuk naik kelas akibat urusan hukum dan administrasi kepegawaian. Inovasi layanan daring dianggap bisa menjawab kebutuhan itu tanpa menguras banyak biaya.

CEO Justika, penyedia layanan konsultasi hukum daring, Melvin Sumapung mengatakan, berdasarkan riset sebuah organisasi non-pemerintah (NGO) asal Prancis di Indonesia, sekitar 95 persen warga menyatakan masalah hukum berdampak sangat signifikan pada kehidupannya.

Namun, kebanyakan orang Indonesia menyerah dan tak melakukan apa-apa ketika menghadapi masalah hukum. Hal senada memiliki kecenderungan terjadi pada UMKM. Padahal, ini bisa menghambat aliran keuangan perusahaan.

Ini terbukti dari tiga masalah utama yang banyak dikonsultasikan pelaku UMKM kepada Justika. Yakni, utang-piutang (tagih undur pembayaran, sengketa, dan wanprestasi), bisnis (kontrak, regulasi, dan permodalan), dan ketenagakerjaan (pesangon, pemutusan hubungan kerja (PHK), upah kontrak, dan regulasi).

“Kebanyakan mereka konsultasi soal utang piutang yang membuat cash flow terganggu. Ada juga yang terkait bisnis dan ketenagakerjaan,” tutur Melvin, dalam keterangan tertulisnya, Minggu (30/8).

Pihaknya sendiri, dengan berbekal 900 advokat daring, mengaku sudah melayani klien menengah ke bawah di berbagai kota di Indonesia sejak 2018. Bentuknya, layanan konsultasi hukum di Justika.com dengan biaya mulai dari Rp30 ribu. Per 8 Juli, terdapat 320 konsultasi (chat) dari pelaku UMKM ke situs ini.

Infografis Berkah Internet Bagi Pelaku Usaha

Selain itu, ada layanan telepon hingga 30 menit dengan harga terjangkau. Pelaku UMKM pun tidak perlu khawatir untuk berkonsultasi lebih mendalam.

“Semua ini dilakukan demi membantu sebanyak mungkin UMKM agar melek hukum,” tandas Melvin.

Di samping masalah hukum, salah satu problem yang kerap dialami oleh pelaku UMKM adalah soal manajemen pengelolaan gaji karyawan.

CEO Catapa Stefanie Suanita mengatakan persoalan penggajian dinilai rumit karena banyak variabel yang mesti diperhitungkan. Misalnya, Pajak Penghasilan Pasal (PPh 21), aturan cuti, dan lembur.

Sementara, proses perhitungan secara manual sangat menyita waktu dan berpotensi menimbulkan kesalahan manusia (human error). Terlebih, dalam banyak kasus perusahaan bergantung pada satu orang dalam penghitungannya.

“Hal ini tentu akan menimbulkan gejolak. Sebab, yang tahu soal penggajian hanya satu orang tersebut. Oleh sebab itu, dibutuhkan sebuah sistem untuk menangani persoalan-persoalan seperti ini,” kata Stefanie.

Pihaknya pun sejak 2017 menawarkan digitalisasi UMKM dengan menggunakan Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan. salah satu bentuknya, chatbot yang akan menjawab beragam pertanyaan karyawan tentang cuti, slip gaji, kontrak, hingga BPJS.

Catapa, yang 50 persen kliennya merupakan pelaku UMKM, pun mengklaim layanannya bisa membantu penghematan anggaran dalam pengelolaan SDM. Yakni, hingga 50 juta per tahun. Dari sisi waktu, Catapa membantu perusahaan menghemat waktu hingga 12 ribu menit per tahun.

Kedua start-up tersebut merupakan bagian dari workshop dan talkshow “Pahlawan Digital UMKM” yang digagas oleh Putri Tanjung dan berkolaborasi dengan Kementerian Koperasi dan UKM serta Sekretariat Kabinet.

Program ini bertujuan untuk menemukan dan mendukung lebih banyak lagi perusahaan teknoloi rintisan atau tech startup dan gerakan sosial yang membantu UMKM terdigitalisasi. Selain itu, memberikan pelatihan kepada para inovator muda untuk bisa lebih berdaya.

“Tidak semata-mata untuk menyelamatkan, tapi juga membantu UMKM naik kelas dan mampu bersaing dengan industri besar,” tulis pernyataan resmi dari program tersebut.

Sumber: CNNIndonesia.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only