Mulai Hari Ini, Seluruh Pemotong PPh Pasal 23/26 Wajib Pakai E-Bupot

JAKARTA — Mulai hari ini, Selasa (1/9/2020), seluruh pemotong pajak penghasilan (PPh) Pasal 23/26 wajib menggunakan e-Bupot. Ketentuan tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional.

KEP-368/PJ/2020 mengamanatkan seluruh wajib pajak yang memenuhi syarat menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 23/26 elektronik ditetapkan sebagai pemotong PPh Pasal 23/26 yang wajib membuat bukti potong dan menyampaikan SPT Masa sesuai dengan PER-04/PJ/2017.

“Seluruh pemotong PPh Pasal 23/26, yang memenuhi ketentuan Perdirjen No.04/PJ/2017 penyampaian SPT Masa PPh Pasal 23/26 secara elektronik, wajib menggunakan e-Bupot,” demikian pernyataan Ditjen Pajak (DJP) melalui informasi yang diunggah melalui media sosial.


Sesuai dengan Pasal 6 PER-04/PJ/2017, persyaratan pemotong pajak yang harus menggunakan SPT masa PPh Pasal 23/26 dalam bentuk elektronik antara lain pertama, menerbitkan lebih dari 20 bukti pemotongan PPh Pasal 23/26 dalam satu masa pajak.


Kedua, jumlah penghasilan bruto yang menjadi dasar pengenaan PPh lebih dari Rp100 juta dalam satu bukti pemotongan. Ketiga, sudah pernah menyampaikan SPT masa elektronik. Keempat, terdaftar di KPP Madya, KPP di lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus atau KPP di lingkungan Kanwil DJP Wajib Pajak Besar. Persyaratan tersebut tidak bersifat akumulatif.


Ketentuan dalam KEP-368/PJ/2020 ini sekaligus menandai implementasi penuh e-Bupot 23/26 dan mengakhiri tahapannya, mulai dari KEP-178/2017 (15 WP), KEP-178/2018 (153 WP), KEP-425/2019 (1.745 WP), KEP-599/2019 (26 WP), KEP-652/2019 (15 KPP) dan KEP-269/2020 (KPP Pratama).


Selain mengenai implementasi penuh e-Bupot 23/26, masih ada pula bahasan mengenai rencana perubahan PPh final sewa tanah dan bangunan. Dalam PP 34/2017, tarif PPh final atas sewa tanah dan bangunan sebesar 10% dari jumlah bruto nilai sewa tanah dan bangunan.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • Sejak Masa Pajak Ketentuan Dipenuhi

Melalui KEP-368/PJ/2020, Dirjen Pajak juga mengatur aturan bagi wajib pajak yang telah terdaftar sebelum 1 September tapi tidak memenuhi ketentuan penggunaan SPT masa PPh Pasal 23/26 dalam bentuk elektronik atau baru terdaftar sejak 1 September.

Terhadap wajib pajak tersebut, keharusan membuat bukti pemotongan dan kewajiban menyampaikan SPT masa PPh Pasal 23/26 berdasarkan PER-04/PJ/2017 berlaku sejak masa pajak wajib pajak memenuhi ketentuan penggunaan SPT masa PPh Pasal 23/26 dalam bentuk elektronik. (DDTCNews)

  • Manfaat e-Bupot 23/26

DJP memaparkan setidaknya ada 6 manfaat e-Bupot 23/26. Pertama, tampilan user friendly. Kedua, memiliki fitur tanda tangan elektronik. Ketiga, berbasis web sehingga tidak perlu proses instalasi. Keempat, meringankan beban administrasi.

Kelima, keamanan data terjamin karena data disimpan di server DJP. Keenam, penomoran bukti potong di-generate oleh sistem dan unik per pemotong. Pemotong PPh Pasal 23/26 wajib memiliki sertifikat elektronik sesuai ketentuan yang diatur dalam PER-04/PJ/2020. (DDTCNews)

  • Ketentuan Umum PPh

Direktur Perpajakan I DJP Yunirwansyah mengatakan otoritas tengah mengevaluasi secara menyeluruh aturan PPh final sewa tanah dan bangunan. Pemerintah akan membahas tarif dengan simulasi perubahan yang diusulkan asosiasi.

“Kemungkinan dikenakan ketentuan umum. Jadi, bukan PPh final. Kemungkinan tarif dibedakan untuk wajib pajak orang pribadi dengan wajib pajak badan,” katanya. (Kontan/DDTCNews)

  • Tidak Ada Target Penerimaan Cukai Plastik

Setelah batal diterapkan beberapa tahun meskipun sudah masuk dalam target APBN, pemerintah tidak mencantumkan lagi target penerimaan cukai plastik dalam RAPBN 2020. Kepala Sub Direktorat Tarif Cukai dan Harga Dasar Ditjen Bea dan Cukai Sunaryo mengatakan tidak masuknya target penerimaan cukai plastik tidak berarti pemerintah tidak akan memungutnya pada tahun depan.

“Kami akan fokus di pengendalian, makanya target tidak dimunculkan,” katanya. (Bisnis Indonesia)

  • Layanan Tatap Muka Konsultan Pajak

Terkait dengan informasi penutupan sementara layanan tatap muka konsultan pajak sampai dengan 30 September 2020, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama mengatakan kebijakan itu hanya berlaku terbatas di Kantor Pusat DJP.

“Yang ditutup itu hanya di Kantor Pusat DJP, bagian organisasi terkait layanan pemberian izin praktik konsultan pajak,” katanya. (DDTCNews)

  • Impor LNG Bebas Pungutan PPN

Pemerintah memutuskan gas alam cair (liquified natural gas) sebagai Barang Kena Pajak (BKP) yang impor dan penyerahannya dibebaskan dari pungutan pajak pertambahan nilai (PPN).

Keputusan pemerintah itu tertuang dalam PP 48/2020 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari PPN, merevisi peraturan sebelumnya PP 81/2015. (DDTCNews)

  • Isu Transfer Pricing

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan transfer pricing bukanlah praktik yang salah. Praktik itu menjadi kurang tepat jika harga yang digunakan tidak wajar. Dia berharap praktik transfer pricing tidak mereduksi basis pajak yang ada di Indonesia.

Saat ini, ungkap Suryo, isu transfer pricing tidak hanya ada di Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak Besar dan Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus. Pasalnya, isu mengenai praktik transfer pricing sudah ada di setiap Kantor Wilayah DJP di seluruh Indonesia. (DDTCNews)

  • Penambahan Diskon PPh Pasal 25

Penambahan diskon angsuran PPh Pasal 25 dari 30% menjadi 50% dinilai menjadi kebijakan yang tepat sasaran. Pasalnya, berdasarkan survei pemulihan ekonomi nasional (PEN) yang dilakukan otoritas, ada kecenderungan akan dimanfaatkannya stimulus berupa relaksasi PPh Pasal 25 dan PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP).

Berdasarkan survei PEN menunjukkan 85% responden mengalami penurunan penjualan. Laba usaha sebesar 87% responden juga mengalami penurunan. Sebanyak 30% responden menyatakan arus kas usaha untuk tiga bulan ke depan tidak cukup untuk menutup biaya usaha. Hanya 6 dari 10 pengusaha yang dapat bertahan untuk 3 bulan mendatang. (DDTCNews)

  • Independensi Bank Indonesia

Dalam draf revisi UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia (BI) yang sedang masuk dalam tahap pembahasan di Badan Legislasi (Baleg) DPR, ketentuam dalam Pasal 9 UU itu dihapus dan ditambahkan substansi mengenai kewenangan Dewan Moneter.

Berdasarkan ketentuan dalam pasal tersebut, pihak lain dilarang melakukan segala bentuk campur tangan terhadap pelaksanaan tugas BI. BI juga wajib menolak atau mengabaikan segala bentuk campur tangan dari pihak manapun dalam rangka pelaksanaan tugasnya.

Namun, dalam draf revisi UU BI, pasal yang memuat independensi BI itu dihapus. Dalam matriks persandingan antara UU lama dan UU amandemen, justru ada Dewan Moneter dengan anggota menteri keuangan dan satu orang menteri yang membidangi perekonomian, gubernur BI dan deputi gubernur senior BI, serta ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan. (Bisnis Indonesia/Kontan).

Sumber: DDTC.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only