Batas Waktu PPh Final UMKM dan Penggunaan E-Faktur 3.0 Terpopuler

Batas waktu penerapan PPh final UMKM dan perubahan saluran pelaporan SPT Masa PPN bagi para pengguna e-faktur 3.0 menjadi berita pajak terpopuler sepanjang pekan ini.

Merujuk pada Peraturan Pemerintah No. 23/2018, batas waktu penerapan PPh final UMKM bagi wajib pajak badan berbentuk PT yang memanfaatkan fasilitas tersebut sejak 2018 adalah hingga akhir tahun pajak 2020.

Sementara itu, bagi wajib pajak berbentuk koperasi, CV, dan firma yang memanfaatkan skema PPh final UMKM sejak 2018 masih dapat menggunakan skema PPh final dengan tarif 0,5% hingga akhir tahun pajak 2021.

Bagi wajib pajak badan berbentuk PT, pemanfaatan PPh final hanya berlaku selama 3 tahun pajak. Artinya, bila wajib pajak memanfaatkan PPh final sejak 2018 maka pada 2021 harus beralih menggunakan skema PPh umum.

Berdasarkan data Ditjen Pajak, dari total 2,3 juta wajib pajak yang memakai fasilitas dalam PP 23/2018, 200.000 wajib pajak di antaranya berasal dari wajib pajak badan. Namun, DJP tidak memerinci wajib pajak badan yang berbentuk PT.

Berita pajak terpopuler lainnya adalah aplikasi e-Faktur Client Dekstop untuk pelaporan SPT Masa PPN tidak lagi berlaku bagi pengguna e-faktur 3.0. Untuk melaporkan SPT Masa, pengguna e-Faktur 3.0 bisa memakai aplikasi e-Faktur Web Based.

Pada aplikasi sebelumnya, yaitu e-faktur 2.2, setiap kali PKP memperoleh faktur pajak atas perolehan barang kena pajak (BKP) atau jasa kena pajak dari lawan transaksi, mereka harus melakukan input secara manual (key-in) melalui skema impor lewat aplikasi scanner e-faktur ke aplikasi e-faktur.

DJP menegaskan aplikasi scanner e-faktur yang beredar saat ini bukan dikembangkan oleh DJP dan tidak memperoleh persetujuan dari DJP. Untuk itu, otoritas mengimbau untuk tidak menggunakan aplikasi tersebut.

Dengan adanya e-faktur 3.0, otoritas pajak akan menyediakan data pajak masukan secara by system. Dengan demikian, PKP tidak lagi perlu melakukan input secara manual ke aplikasi e-faktur.

Untuk dapat menggunakan aplikasi e-faktur 3.0, pengusaha kena pajak (PKP) harus terdaftar sebagai pengguna e-faktur 3.0. Jika sudah ditetapkan sebagai pengguna e-faktur 3.0, wajib pajak dapat mengunduh aplikasi terbaru di efaktur.pajak.go.id.

Berikut berita pajak pilihan lainnya (7 September—11 September 2020):

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menetapkan bentuk dan tata cara penyampaian laporan pemenuhan persyaratan pemanfaatan penurunan tarif pajak penghasilan (PPh) badan bagi perseroan terbuka.

Bentuk dan tata cara penyampaian laporan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan No.123/PMK.03/2020. Beleid yang berlaku mulai 2 September 2020 ini merupakan aturan pelaksana dari Peraturan Pemerintah No. 30/2020.

Beleid ini kembali menegaskan adanya penyesuaian tarif PPh bagi wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang turun menjadi 22% pada 2020 dan 2021. Tarif tersebut akan kembali turun menjadi 20% dan berlaku mulai tahun pajak 2022.

Selain itu, untuk wajib pajak dalam negeri berbentuk perseroan terbuka, dengan jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan pada bursa efek Indonesia paling sedikit 40%, dan memenuhi persyaratan tertentu, dapat memperoleh tarif 3% lebih rendah.

Dirjen Pajak kembali menunjuk 12 perusahaan yang memenuhi kriteria sebagai pemungut pajak pertambahan nilai (PPN) atas barang dan jasa digital yang dijual kepada pelanggan di Indonesia.

Perusahaan yang menjadi pemungut PPN PMSE terbaru itu antara lain LinkedIn Singapore Pte. Ltd.; McAfee Ireland Ltd.; Microsoft Ireland Operations Ltd.; Mojang AB; dan Novi Digital Entertainment Pte. Ltd.

Kemudian, ada PCCW Vuclip (Singapore) Pte. Ltd.; Skype Communications SARL; Twitter Asia Pacific Pte. Ltd.; Twitter International Company; Zoom Video Communications, Inc.; PT Jingdong Indonesia Pertama; dan PT Shopee International Indonesia.

DJP memperluas jangkauan uji coba penggunaan Kartu Indonesia Satu (Kartin1) untuk para nasabah perbankan anggota Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) dari sebelumnya hanya diuji coba oleh internal DJP.

Perluasan uji coba penggunaan Kartin1 ini sejalan dengan rekomendasi Bank Indonesia (BI). Otoritas moneter merekomendasikan implementasi kartu multifungsi ini dilakukan secara bertahap dengan menyasar terlebih dahulu bank milik pemerintah.

Kartin1 merupakan kartu multifungsi yang dapat menampung banyak data identitas. Kartu ini mampu menyimpan data nomor induk kependudukan (NIK), paspor, NPWP, dan kepesertaan BPJS.

Pemerintah mengidentifikasi enam faktor di luar dinamika ekonomi makro yang berisiko menyulitkan upaya pencapaian target penerimaan pajak tahun depan.

Hal ini dijabarkan dalam Buku II Nota Keuangan Beserta Rancangan APBN Tahun Anggaran 2021. Pertama, kebutuhan insentif perpajakan yang cukup besar. Kedua, dinamika sistem pajak dalam periode reformasi pajak.

Ketiga, kepatuhan WP yang masih relatif rendah dibandingkan dengan negara-negara lain. Keempat, shadow economy yang cukup tinggi. Kelima, struktur penerimaan pajak masih didominasi PPh badan. Keenam, tax buoyancy tidak stabil.

Untuk wajib pajak yang seharusnya mendapatkan diskon 50% tapi terlanjur menggunakan diskon 30% angsuran PPh Pasal 25 untuk masa pajak Juli 2020, atas kelebihan pembayaran pajaknya bisa dibiarkan saja tanpa ada langkah lanjutan.

Hal ini disampaikan Ditjen Pajak (DJP) melalui akun Facebook resmi miliknya. Terdapat, tiga opsi yang bisa diambil atas kelebihan pembayaran pajak. Pertama, memperhitungkan selisih lebih sebagai angsuran masa Agustus 2020.

Kedua, mengajukan permohonan pemindahbukuan kelebihan penyetoran PPh Pasal 25 masa pajak Juli 2020 ke PPh Pasal 25 masa pajak setelah Agustus 2020. Kedua opsi tersebut sudah diatur dalam SE-47/PJ/2020.

Ketiga, membiarkan saja kelebihan penyetoran tersebut. Hal ini dikarenakan sifat angsuran ini hanya menunda. PPh terutang pada akhir tahun akan dihitung secara total dalam satu tahun pajak. (Bsi)

Sumber : ddtc.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only