Reformulasi Perlu Terobosan

Pemerintah tengah mereformulasi skema pengenaan pajak penghasilan atau PPh final bagi sektor konstruksi. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menyampaikan besaran PPh final akan didesain sesuai dengan kebijakan penurunan PPh badan. 

“Besaran PPh final nanti akan disesuaikan dengan kebi jakan penurunan PPh ba dan dari 25% [saat ini] menjadi 22%,” katanya, pekan lalu. Adapun, selama ini pengenaan skema final pada sektor konstruksi dianggap tidak ideal. Pasalnya, kontribusi sektor konstruksi dan real estat terhadap produk domestik bruto (PDB) cukup besar. 

Pada 2019, kontribusi sektor ini tercatat 13,25% terhadap total PDB. Partner DDTC Fiscal Research Bawono Kristiaji mengatakan PPh final yang lebih menekankan aspek kesederhanaan justru berpotensi mendorong jumlah penerimaan yang tidak selaras dengan kontribusi terhadap PDB. 

Selain itu, PPh final pada sektor konstruksi menimbulkan policy gap di sektor ini. “Mengenai adanya upaya meninjau ulang PPh final bagi sektor konstruksi, tentu perlu diapresiasi,” katanya. Di samping itu, Bawono mengatakan diperlukan juga terobosan pada skema pengenaan PPh final untuk sektor pertanian. 

Namun, kebijakan pajak perlu mempertimbangkan beberapa karakteristik sektor tersebut. Sektor ini merupakan sektor yang sulit untuk dipajaki karena informasi atas aktivitasnya tidak terdokumentasi dan diketahui oleh pemerintah. 

“Contoh saja sektor perikanan. Akibatnya, dibutuh kan terobosan di bidang PPh untuk kepatuhan me reka. Skema presumptive tax bisa dipergunakan,” jelasnya

Sumber : Harian Bisnis Indonesia

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only