Terungkap! Ini Alasan Kenapa Pemerintah Kenakan PPN Batu Bara

Jakarta — Pemerintah akan mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) pada batu bara, seperti yang diatur dalam Undang-Undang tentang Cipta Kerja yang baru saja disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI pada pekan lalu (05/10/2020).

Sebelumnya, batu bara termasuk ke dalam salah satu jenis barang yang tidak dikenai PPN. Namun dengan adanya UU Cipta Kerja ini, maka perusahaan tak lagi bebas dari pajak pertambahan nilai ini.

Lantas, apa yang membuat pemerintah akhirnya mengecualikan batu bara dalam barang tidak kena PPN?

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Hestu Yoga Saksama menjelaskan bahwa penerapan PPN pada batu bara ini untuk menyeragamkan perlakuan pajak pertambahan nilai bagi semua perusahaan tambang batu bara.

Pasalnya, selama ini menurutnya terdapat pengaturan yang berbeda terkait pengenaan PPN pada perusahaan tambang batu bara seperti pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B).

“Selama ini dengan pengaturan batu bara sebelum menjadi briket, batu bara adalah non BKP (barang kena pajak), juga karena adanya pengaturan tersendiri melalui masing-masing PKP2B, maka terjadi perlakuan yang beragam untuk PPN atas batu bara. Oleh karena itu, untuk keseragaman dan kepastian hukum, batu bara ditetapkan menjadi BKP (barang kena pajak),” jelasnya melalui pesan singkat kepada CNBC Indonesia pada Senin (12/10/2020).

Dia mengatakan, aturan ini nantinya akan berlaku bagi semua perusahaan batu bara, tanpa melihat apakah PKP2B atau IUP.

“Prinsipnya, semua penyerahan batu bara ya terutang PPN,” ungkapnya.

Pada Pasal 4A (2) perubahan UU No.42 tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas UU No.8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, yang menjadi bagian dari Pasal 112 Omnibus Law, berbunyi “Jenis barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah barang tertentu dalam kelompok barang sebagai berikut:
a. barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, tidak termasuk hasil pertambangan batu bara;..”

Ketua Indonesian Mining and Energy Forum (IMEF) Singgih Widagdo mengatakan semestinya batu bara tidak dikenakan PPN. Pasalnya, batu bara masih berupa bahan baku mentah yang belum diolah dan memiliki nilai tambah. Sedangkan PPN dikenakan atas barang yang telah mengalami pertambahan nilai.

“Semestinya batu bara tidak dikenakan PPN karena belum mengalami pertambahan nilai atas barang. Kecuali batubara itu sudah diproduksi sebagai barang lain, maka secara filosofi dapat dikenakan PPN,” tuturnya.

Sementara itu, menurut Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia Hendra Sinadia, pengenaan PPN ini kemungkinan karena pemerintah ingin meningkatkan penerimaan negara dari perusahaan pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) yang akan diperpanjang menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

“Mungkin ingin memastikan agar penerimaan negara dari perusahaan pemegang PKP2B yang akan diperpanjang izinnya menjadi lebih besar sesuai amanat UU Minerba, mungkin ya..” tuturnya.

Direktur dan Sekretaris Perusahaan PT Bumi Resources Tbk (BUMI) Dileep Srivastava mengatakan pihaknya tengah mengkaji dampak dari Omnibus Law ini ke perusahaan, baik royalti 0% untuk hilirisasi batu bara, pengenaan PPN, hingga kebijakan lingkungan.

“Kami sedang mengkaji dampak dari Omnibus Law ini,” ujarnya.

Sumber: CNBCIndonesia.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only