Stimulus, Pajak Orang Kaya, dan Agenda Biden Atasi Ekonomi AS

Jakarta — Kemenangan Joe Biden di Pilpres AS 2020 mengantarkannya kembali ke Gedung Putih, namun kali ini sebagai presiden. Kemenangan itu memberikannya kesempatan untuk mengubah total ekonomi terbesar dunia.

Saat ini, ekonomi AS baru mulai pulih dari kontraksi bersejarah dan hilangnya puluhan juta pekerjaan akibat dari pandemi Covid-19 yang ‘menghancurkan’ ekonomi Negeri Paman Sam yang sebelumnya terbilang cukup sehat.

Dalam kampanyenya, presiden terpilih berusia 77 tahun yang juga wakil presiden Obama ini menjanjikan banyak perubahan. Seperti menaikkan upah minimum, menaikkan pajak orang kaya, berinvestasi secara besar-besaran di infrastruktur, dan menurunkan emisi karbon negara.

Namun, untuk mencapai itu, pertama Biden harus menaklukkan pandemi virus corona dan menavigasi Kongres yang dapat terpecah dengan Demokrat memegang mayoritas tipis di DPR dan kendali Senat masih belum diketahui.

“Dia memiliki agenda kebijakan yang ambisius, sulit untuk membantahnya. Anda pasti dapat membantah bahwa itu tidak cukup ambisius,” kata Direktur Kebijakan Ekonomi Shai Akabas, dikutip dari AFP, Minggu (8/11).

Memajaki Orang Kaya

Seperti mantan presiden Barack Obama, di saat menjadi wakil presiden, Biden menjabat dengan perekonomian yang sedang terguncang.

Paket stimulus Undang-Undang CARES senilai US$2,2 triliun yang disahkan pada Maret lalu membantu meredam beberapa kerusakan yang disebabkan oleh penutupan bisnis untuk menghentikan penyebaran Covid-19.

Tetapi, bagian-bagian penting dari undang-undang itu telah berakhir dan ekonomi masih jauh dari sembuh.

Jika Kongres yang akan dipilih gagal menyetujui paket pada minggu-minggu penutupan kepresidenan Trump, mendapatkan persetujuan stimulus akan menjadi salah satu hal pertama yang dilakukan Biden, kata Akabas.

Selanjutnya, Biden kemungkinan besar akan beralih ke kode pajak, seperti yang dilakukan setiap presiden Amerika pada masa jabatan mereka. Trump, pada 2017 memutuskan untuk menurunkan pajak atas perusahaan dan orang kaya.

Biden diprediksi akan membalikkan keadaan. Direktur dan Rekan Senior di Institut Riset Kebijakan Ekonomi Stanford Mark Duggan menilai Biden bakal menaikkan suku bunga terhadap bisnis besar di AS dan bagi pekerja yang menghasilkan lebih dari $400 ribu setahun.

“Untuk orang Amerika pada umumnya, perubahan kebijakan pajak dari pemerintahan Biden akan sangat minim. Saya pikir untuk orang-orang berpenghasilan tinggi perubahan itu akan cukup signifikan,” kata Duggan.

Perang Dagang

Anggota American Enterprise Institute Kyle Pomerleau memperingatkan keuntungan menaikkan pajak orang kaya mungkin hanya berlangsung dalam jangka pendek saja.

Dia khawatir keputusan pada akhirnya dapat menekan aktivitas bisnis dan merusak manfaat yang diberikan lewat paket stimulus.

“Saya pikir tidak bijaksana baginya untuk, di satu sisi, memberikan stimulus dan, di sisi lain, mengambil sebagian dengan kenaikan pajak yang sangat besar pada pengusaha,” katanya.

Sisi lain dari Bidenomics termasuk US$1,3 triliun investasi infrastruktur bersama dengan peningkatan upah minimum menjadi US$15 per jam, memperluas cuti pekerja medis dan keluarga, serta kampanye membeli produk dalam negeri yang dimaksudkan untuk mendorong manufaktur domestik AS.

Tetapi beberapa anggota Demokratnya mungkin menuntut tindakan yang lebih agresif dari pemerintahan baru, terutama pada kebijakan perawatan kesehatan.

Demokrat juga pecah suara tentang bagaimana Biden harus menangani hubungan komersial AS setelah Trump melibatkan Washington dalam perang dagang China.

Bank investasi JP Morgan menyebut Biden mungkin akan fokus pada pelaksanaan kebijakan domestik sebelum menangani perdagangan, dan kemungkinan besar tidak akan segera mengubah kesepakatan perdagangan “fase satu” tahun ini yang mendinginkan ketegangan dengan Beijing.

Ketika bertindak, dia diprediksikan akan sejalan dengan sekutu di Eropa, tidak seperti pendekatan Trump yang jalan sendiri.

“Kami berharap bahwa pemerintahan Biden akan terus memutuskan hubungan teknologi dengan China, tetapi akan melakukannya secara sistematis dalam struktur pembuatan peraturan domestik dan internasional,” kata bank tersebut dalam sebuah laporan.

Bayangan Defisit

Hambatan lain yang membayangi pemerintahan Biden adalah defisit anggaran yang meroket menjadi US$3,1 triliun pada tahun fiskal yang berakhir 30 September lalu, angka ini melebihi dua kali lipat rekor sebelumnya.

Duggan, yang pernah bekerja di pemerintahan Obama, menyalahkan pemotongan pajak yang disahkan di bawah Trump karena memicu pertumbuhan defisit sebelum pandemi. Namun, dia mengakui menaikkan pungutan pada orang berpenghasilan tinggi mungkin tidak akan cukup untuk menambal defisit.

“Jika Anda menaikkan pajak, Anda akan berpotensi mempengaruhi aktivitas ekonomi dalam beberapa hal. Itu akan menghasilkan banyak pendapatan (tetapi) hampir tidak cukup untuk menghilangkan defisit,” kata Duggan.

Hambatan yang lebih berat bagi Biden adalah calon mayoritas Senat dari Partai Republik, yang telah menunjukkan kecenderungan di majelis tinggi untuk berkompromi dengan proposal presiden Demokrat.

Selama masa jabatan Obama, mereka menggunakan kekhawatiran atas utang dan defisit untuk melumpuhkan kebijakan ekonominya setelah krisis keuangan global 2008. Namun, tidak ada kekhawatiran serupa yang muncul ketika Trump memotong pajak orang kaya.

Pomerleau mengatakan berakhirnya sebagian pemotongan pajak Trump pada 2025 dapat menawarkan Demokrat untuk menegosiasikan pengaruh dengan Partai Republik, tetapi dia pesimis untuk banyak perubahan di bawah Biden jika legislatif tetap terpecah.

“Jika dia tidak mendapatkan mayoritas di Senat, maka dia akan kesulitan dalam banyak hal,” tuturnya.

Sumber:CNNIndonesia.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only