Hingga akhir Oktober 2020, penerimaan pajak baru mencapai Rp 826,94 triliun atau setara 68,98% dari target.
JAKARTA. Pukulan pandemi korona (Covid-19) membuat babak belur ekonomi. Situasi itu pula menyebabkan penerimaan pajak masih seret.
Kementerian Keuangan mencatat, setoran pajak sepanjang Januari-Oktober 2020 mencapai senilai Rp 826,94 triliun atau setara dengan 68,98% dari proyeksi sampai akhir tahun Rp 1.198,8 triliun. Pencapaian itu turun 18% dibandingkan dengan periode sama tahun 2019 yang mencapai Rp 1.018,44 triliun.
Pemerintah menyatakan akan mengejar target penerimaan pajak yang masih kurang Rp 371,88 triliun hingga akhir 2020. Artinya, hanya tersisa sebulan lagi untuk mengejar kekurangan tersebut.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan hampir semua pos penerimaan pajak mengalami penurunan sepanjang Januari-Oktober 2020. Hanya ada satu pos yang mengalami pertumbuhan positif yakni PPh orang pribadi yang positif 1,18%. “Penerimaan pajak dari berbagai jenis pajak mengalami tekanan, selain karena adanya insentif pajak yang diberikan seluruh perekonomian,” kata Menkeu dalam konferensi pers APBN Laporan Periode Realisasi Oktober, Senin (23/11).
Sementara penerimaan PPh Badan Usaha, yang sejatinya menjadi andalan penerimaan pajak, pada periode ini mengalami penurunan. Setidaknya dua faktor yang jadi penyebab penurunan ini. Pertama, pemerintah memberikan insentif angsuran sebesar 50% PPh Pasal 25 dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN). Kedua, kondisi profitabilitas korporasi yang masih terpuruk akibat pandemi.
Kendati demikian, Sri Mulyani masih optimistis seiring dengan pemulihan ekonomi, di kuartal IV-2020 penerimaan pajak akan mengalami pembalikan dibandingkan dengan realisasi kuartal III-2020.
Untuk itu, Dirjen Pajak Suryo Utomo memastikan terus memperluas basis pemajakan di sisa tahun ini untuk bisa menjaring penerimaan pajak. Dari sisi ekstensifikasi ada dua hal yang jadi senjata utama Ditjen Pajak.
Upaya ekstensifikasi dan intensifikasi dilakukan di sisa tahun ini.
Pertama, menunjuk perusahaan digital asing untuk memungut, menyetor, dan melapor pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10% atas barang/jasa digital yang diperjualbelikan. Saat ini otoritas pajak sudah menunjuk 46 perusahaan digital sebagai subjek pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN) bagi subjek pajak luar negeri (SPLN).
Hasilnya dari dua massa pajak yakni Agustus- September 2020, penerimaan PPN dari perusahaan digital mencapai Rp 297 miliar berasal dari 16 perusahaan asing. Pajak terus berupaya memperluas cakupan perusahaan digital asing untuk pungut PPN.
Kedua, pengawasan berbasis kewilayahan bagi masyarakat yang sudah memiliki penghasilan, tapi belum punya Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Hanya saja, Suryo mengatakan upaya ini terkendala masalah pembatasan sosial akibat pandemi Covid-19.
Dari sisi intensifikasi, Suryo memastikan pengawasan pembayaran massa WP yang dikelola masing-masing kantor pelayanan pajak akan di kelola dengan maksimal. Termasuk, pengawasan pemanfaatan insentif perpajakan agar tetap tepat sasaran.
Selain itu, Ditjen Pajak mengedepankan extra effort mulai dari pengawasan, imbauan, konseling, hingga pemeriksaan wajib pajak dipastikan akan berlangsung hingga akhir tahun ini.
Upaya ini menjadi bekal data Dirjen Pajak mengumpulkan penerimaan di akhir tahun. “Hal-hal itu lah yang kami jalankan, bahwa penerimaan negara bisa terkumpul menuju target APBN yang sudah ditetapkan,” terang Suryo di kesempatan yang sama.
Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji memproyeksi penerimaan pajak 2020 tak akan mencapai target. DDTC meramal shortfall penerimaan pajak 2020 akan kurang 3%-9% dari target akhir tahun atau setara Rp 35,9 triliun hingga Rp 107,9 triliun. Ini akibat kondisi ekonomi masih rapuh meski mulai pulih.
Sumber : Harian Kontan, Selasa 24 Nov 2020 hal 2
Leave a Reply