Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memproyeksikan, realisasi program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sampai akhir tahun akan mencapai 95,5% atau setara dengan Rp 664 triliun dari pagu anggaran Rp 695,2 triliun. Saat ini, dana PEN baru terserap 62%.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pemerintah akan tetap mengoptimalkan serapan belanja PEN hingga akhir tahun. Bahkan di bulan Desember ada beberapa program akan direalisasikan plus persiapan dana cadangan untuk vaksin.
Optimalisasi anggaran PEN hingga akhir tahun berfungsi sebagai daya ungkit kinerja pertumbuhan ekonomi di kuartal IV.
“Ini yang akan mendorong perekonomian pada bulan terakhir di 2020 sesudah kita melakukan peningkatan belanja di kuartal ketiga lalu,” tuturnya dalam konferensi pers BNPB secara virtual, Senin (30/11).
Sementara itu, ia mencatat hingga Rabu (25/11), realisasi program PEN sudah mencapai 62,1% atau setara Rp 431,4 triliun dari pagu yang telah disalurkan ke berbagai program.
Secara rinci, realisasi bidang kesehatan sebesar 41,2% dari pagu Rp 97,9 triliun yaitu Rp 40,32 triliun meliputi insentif nakes pusat dan daerah Rp 5,55 triliun, santunan kematian nakes Rp 0,04 triliun, gugus tugas Rp 3,22 triliun, belanja penanganan Rp 25,03 triliun, bantuan iuran JKN Rp 2,7 triliun, serta insentif perpajakan Rp 3,78 triliun.
“Apabila masih ada bidang kesehatan yang belum terserap maka akan dilakukan pencadangan untuk pembiayaan vaksin kita,” ujarnya.
Kementerian Keuangan bersama Kementerian Kesehatan dan Kementerian BUMN sedang menghitung kebutuhan jumlah vaksin yang perlu diadakan pada akhir tahun ini hingga awal 2021. “Ini diharapkan dapat memberikan daya tahan bagi masyarakat untuk untuk meningkatkan kegiatan masyarakat,” ujarnya.
Menurut Menkeu, dari enam program PEN, program perlindungan sosial diperkirakan akan menjadi pos anggaran dengan penyerapan paling optimal dengan penyerapan mencapai 100%.
Sebab, pemerintah sudah memiliki program existing yang sudah lebih efektif seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Langsung Tunai (BLT), hingga kartu prakerja.
Secara rinci perlindungan sosial terealisasi Rp 207,8 triliun atau 88,9% dari pagu Rp 233,69 triliun meliputi PKH Rp 36,71 triliun, Kartu Sembako Rp 39,71 triliun, bantuan sembako Jabodetabek Rp 6,44 triliun, dan bantuan sembako non-Jabodetabek Rp 33,33 triliun.
Kemudian Kartu Prakerja Rp 19,9 triliun, diskon listrik Rp 9,74 triliun, BLT dana desa Rp 19,17 triliun, bansos tunai penerima sembako Rp 4,5 triliun, bansos beras bagi penerima PKH Rp 5,26 triliun, subsidi gaji Rp 28,15 triliun, subsidi kuota Kemendikbud Rp 3,31 triliun, dan subsidi gaji guru honorer Kemendikbud Rp 1,57 triliun.
Untuk bidang sektoral K/L dan pemda terealisasi Rp 36,25 triliun atau 54,9% dari pagu Rp 65,97 triliun meliputi padat karya Rp 16,57 triliun, insentif perumahan Rp 0,07 triliun, dan DID pemulihan ekonomi Rp 4,95 triliun, DAK Fisik Rp 7,29 triliun, pinjaman daerah Rp 1,32 triliun, serta bantuan operasional pesantren Rp 2,58 triliun.
Kemudian perluasan PEN Kementerian PUPR Rp 1,23 triliun, peta peluang investasi Rp 0,003 triliun, komunikasi PEN Rp 0,02 triliun, KLHK food estate dan mangrove Rp 0,28 triliun, dampak Covid-19 naker Rp 0,41 triliun, serta perluasan PEN Kementan Rp 0,47 triliun.
“Kami dorong kegiatan KL termasuk ketahanan pangan yang termasuk pilar penting untuk menjaga stabilitas kita selama Covid maupun sesudah Covid,” tuturnya.
Sementara itu, penyerapan realisasi insentif usaha masih rendah yakni hanya 38,5% dari pagu Rp 120,6 triliun atau sekitar Rp 46,4 triliun hingga pekan lalu. Pemberian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) juga masih rendah, sekitar 31% dari pagu atau Rp 2,99 triliun dari pagu Rp 9,7 triliun.
Realisasi PPh pasal 21 yang masih rendah disebabkan oleh benefit yang diterima bukan ke perusahaan pemberi kerja tetapi kepada karyawannya. Oleh karena itu, untuk memberikan tambahan daya beli bagi pekerja pemerintah telah melaksanakan program subsidi gaji.
Meski rendah, Sri menuturkan, beban Wajib Pajak (WP) dapat diringankan melalui dukungan insentif ini.
“Mereka merasakan dampak dari sisi jumlah upah yang harus dibayarkan ketika penjualan menurun. Ini yang kita lakukan dengan instrumen APBN untuk bantu masyarakat,” katanya.
Sementara itu, pembebasan PPh 22 Impor Rp 11,05 triliun, pengurangan angsuran PPh 25 Rp 17,18 triliun, pengembalian pendahuluan PPN sebesar Rp 4,32 triliun serta penurunan tarif PPh Badan Rp 10,87 triliun.
Ia menyebutkan, realisasi Rp 46,4 triliun dinikmati oleh lebih dari 412 ribu perusahan yaitu 131 ribu perusahaan insentif keringanan PPh Pasal 21 untuk karyawan, pembebasan PPh 22 Impor ada 14.600 wajib pajak, penurunan angsuran PPh Pasal 25 oleh 66.300 WP, serta pengembalian PPN oleh 2.200 perusahaan.
Sementara untuk dukungan UMKM telah terealisasi Rp 98,76 triliun dari total pagu Rp 115,82 triliun dengan rincian melalui belanja pusat Rp 32,26 triliun, TKDD Rp 2 triliun, dan penempatan dana Rp 64,5 triliun.
Kemudian program untuk pembiayaan korporasi telah terealisasi Rp 2 triliun dari pagu Rp 61,2 triliun.
Selain itu, untuk penempatan dana Rp 64,5 triliun kepada bank Himbara telah tersalurkan Rp 254,37 triliun kepada 3,74 juta debitur kecil yang artinya memiliki tingkat leverage empat kali lipat.
“Ini yang diharapkan mulai bisa menjaga ekonomi kita untuk terus meningkat dan mulai menggeliat lagi,“ katanya.
Sumber : investor.id, Senin 30 November 2020
Leave a Reply