Kata Kemenkeu terkait realisasi insentif perpajakan yang masih jauh dari pagu

JAKARTA. Penyerapan insentif perpajakan hingga akhir November 2020 masih jauh dari pagu yang dianggarkan. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengklaim, realisasi insentif akan tergantung dari situasi ekonomi di tahun ini dan beberapa pagu insentif yang digunakan sebagai cadangan.

Berdasarkan data Kemenkeu, realisasi insentif perpajakan dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN) hingga 25 November 2020 sebesar Rp 46,4 triliun. Angka tersebut setara dengan 38,4% dari total pagu senilai Rp 120,6 triliun.

Dari angka tersebut, wajib pajak (WP) telah menerima berbagai jenis insentif pajak. Pertama, pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 sebesar Rp 2,99 triliun setara 315 dari pagu Rp 9,7 triliun. Kedua, pembebasan PPh Pasal 22 impor sebesar Rp 11,05 triliun, atau sama dengan 83% dari total anggaran Rp 13,39 triliun.

Ketiga, pengurangan 50% angsuran PPh Pasal 25 senilai Rp 17,18 triliun setara 80% dari pagu Rp 21,59 triliun. Keempat, restitusi atau pengembalian pajak pertambahan nilai (PPN) yang dipercepat sebesar Rp 4,32 triliun setara 57% dari total alokasi insentif yakni Rp 7,55 triliun.

Kelima, penurunan tarif PPh Badan dari 25% menjadi 22% hingga 19% untuk emiten sebesar Rp 10,87 triliun. Angka tersebut setara 58% dari pagu senilai Rp 18,78 triliun. 

Artinya, kelima insentif utama itu sudah mencapai 65% dari total pagu kelimanya sebesar Rp 71,01 triliun. Dus, untuk dua kali massa pajak ke depan yakni November hingga Desember 2020 anggaran yang tersisi sebesar Rp 24,61 triliun.

Adapun sisanya dialokasikan untuk pembebasan biaya abodemen listrik Rp 1,69 triliun dan insentif bea masuk DTP dalam lingkup Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Rp 580 miliar. Kemudian, insentif usaha lainnya sebagai bantalan terdiri dari insenti DPT sebesar Rp 34,88 triliun dan shortfall pajak sejumlah Rp 12.4 triliun.

“Bantalan maksudnya akan digunakan untuk menutupi shortfall pajak, apabila shortfall melebar dari target penerimaan pajak yang diamanatkan di Perpres 72/2020 sebesar Rp 1.198 triliun,” kata Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Perpajakan Yon Arsal kepada Kontan.co.id, Rabu (2/12).

Kata Yon, pagu insentif perpajakan dalam program PEN 2020 dianggarkan berdasarkan data tahun 2019. Misalnya, pagu insentif PPh Pasal 22 Impor dialokasikan dari situasi penerimaan tahun sebelumnya.  

Namun demikian, karena pandemi transaksi impor berkurang. Sehingga secara natural yang memanfaatkan fasilitas berkurang. “Di sisi lain, shortfall pajak otomatis bertambah karena penerimaan berkurang akibat aktivitas perdagangan yang turun,” ujar Yon.

Sumber : KONTAN.CO.ID, Rabu 2 Desember 2020

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only