Tarik Investor Migas, Sri Mulyani Tawarkan Cost Recovery dan Gross Split

JAKARTA – Pemerintah akan menggunakan semua instrumen untuk mendukung sektor industri migas dalam negeri. Hal itu seiring dengan upaya SKK Migas yang menargetkan produksi minyak bumi sebesar 1 juta barel minyak per hari (BOPD) dan gas alam sebesar 12 miliar standar kaki kubik per hari (BSCFD), atau secara total sebesar 3,2 juta barel setara minyak per hari (BOEPD).

Atas hal itu, Menteri Keuangan (Kemenkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, akan ada dua opsi yang dilakukan pemerintah. Dua opsi tersebut adalah menggunakan cost recovery (biaya pemulihan) atau gross split (bagi hasil). Opsi ini akan diberikan kepada sektor industri Migas dan nantinya manajemen yang akan memutuskan aman opsi yang tepat untuk digunakan.

“Kami juga menggunakan semua instrumen kami agar dapat mendukung setiap industri secara signifikan. Dan khususnya untuk sektor migas, saya yakin bahwa Kementerian ESDM telah meluncurkan dua opsi, yaitu apakah akan menggunakan cost recovery atau gross split. Ini adalah pilihan yang bisa diberikan dan nantinya akan tergantung dari industri itu sendiri untuk memilih mana yang lebih cocok,” ujarnya, Rabu (2/12/2020).

Pemerintah menggunakan perangkat fiskal agar dapat mendukung seluruh siklus bisnis industri migas, mulai dari eksplorasi hingga produksi. Insentif yang diberikan dari situs fiskal yaitu termasuk pengurangan pajak penghasilan yang akan kami turunkan dari 25 persen menjadi 22 persen atau 20 persen dalam dua tahun ke depan.

Dukungan tersebut telah dituangkan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 ihwal Cipta Kerja atau Omnibus Law Ciptaker. Selain itu, pemerintah juga memberikan dukungan melalui pembebasan bea masuk bandara dan berbagai fasilitas lainnya di kawasan ekonomi khusus.

Dan untuk meminimalisasikan hambatan, Pemerintah juga memberikan keleluasaan kepada kontraktor untuk memilih antara, kontrak bagi hasil yang berdasarkan pada cost recovery atau gross split.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu, upaya untuk mendorong realisasi 1 Juta barel minyak per hari dan 12 miliar standar kaki kubik gas per hari pada 2030 melalui transformasi hulu migas sangat relevan. Meski begitu, pandemi Covid-19 masih mengancam sektor pertambangan dan migas.

Di mana, terjadinya penurunan permintaan secara signifikan di tingkat global, termasuk Indonesia. Hal itu disebabkan perangkat pasokan yang mendapat tekanan oleh banyak faktor pada saat pandemi Covid-19.

Bagi Indonesia, situasi tersebut memang membutuhkan banyak perhatian dari sejumlah pihak yang terkait. Sri Mulyani mengutarakan, sektor migas telah berjuang cukup lama. Bahkan, selama menjabat sebagai Menteri Keuangan sekitar 10 tahun yang lalu, dia menyebut, pembahasan penurunan produksi migas pun sudah terjadi.

Dia menilai, ada beberapa hal yang perlu ditangani pemerintah agar dapat meningkatkan tingkat produksi atau lifting, baik di bidang minyak maupun gas. Salah satunya adalah rumusan kebijakan yang tepat terkait dengan dorongan untuk mengeksplorasi migas. Kebijakan baru dinilai perlu karena saat ini migas masih mengandalkan produksi lama.

“Semuanya telah menurun karena usia alaminya, akan menjadi sesuatu yang tidak bisa kita gunakan sebagai pendekatan. Maka dari itu, kami perlu mempersiapkan strategi baru,” ujarnya.

Untuk produksi yang sudah ada, pemerintah akan memastikan ada efisiensi, mengingat perubahan yang tidak tetap dari harga minyak dan gas. Namun di saat yang sama, dia juga ingin mendorong SKK Migas serta industri untuk terus melakukan eksplorasi.

Rabu, 2 Desember 2020

Sumber: Okezone.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only