Menyisir Pajak Pribadi Lewat Kepemilikan Usaha

RUU Pelaporan Keuangan wajibkan perusahaan perorangan lapor kinerja keuangan ke PSPJKTSP.

Jakarta. Jalan Direktorat Jenderal Pajak menyisir kepatuhan wajib pajak orang pribadi (WP OP) bakal terbuka lebar. Pemerintah akan mewajibkan semua perusahan, termasuk perusahaan milik perorangan atau pribadi membuat laporan keuangan.

Dus, tak pelakm ini bakal menjadi basis data pajak bagi wajib pajak perorangan. Mengingat, perusahaan dimiliki oleh perorangan.

Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pelaporan Keuaan, pasal 6 menyebutkan perusahaan perseorangan dengan entitas pelapor yang diwajibkan menyusun laporan keuangan.

Kriteria yang menjadi dasar adalah aset atau nilai peredaran usaha setahun. Mereka wajib menyusun laporan keuangan berdasarkan standar sesuai dengan jenis usaha, kompleksitas usaha, ukuran perusahaan, karakteristik, dan akuntabilitas publik dari entitas pelaporan yang disusun oleh profesi akuntan.

Ada dua jenis pelaporan keuangan yang wajib diserahkan ke Unit Penyelenggaraan Sistem Pelaporan Terpadu yang kelak di bawah Kementerian Keuangan (Kemkeu) yakni secara tahunan dengan periode pelaporan satu tahun dan laporan keuangan interim dengan periode pelaporan enam bulan.

Beleid ini untuk menciptakan standardisasi laporan keuangan.

Wajib pajak harus melaporkan laporan keuangan itu kepada unit Penyelenggara Sistem Pelaporan Keuangan Terpadu Satu Pintu (PSPKTSP). Unit kelak bisa mendeteksi perbedaan pelaporan keuangan. Misalnya untuk kepentingan pengajuan kredit perbankan, atau laporan keuangan oleh Direktur Jenderal Pajak (DJP).

Staf Ahli Manteri Keuangan Bidang Pengawasan Pajak Nufransa Wira Sakti belum bersedia menggambarkan secara detil klausul perusahaan perseorangan dengan kriteria tertentu. Hanya, aturan ini akan diperinci lewat peraturan pemerintah (PP) sebagai aturan pelaksana RUU Pelaporan Keuangan.

“Yang jelas, tujuan RUU ini untuk menciptakan standardisasi seluruh laporan keuangan. Sehingga, data yang sampaikan wajib pajak valid karena lewat satu pintu,” kata Nufransa, Rabu (9/12).

Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji setuju jika kewajiban pelaporan keuangan tersebut bisa memperbaiki standar administrasi.

Hanya Bawono mengingatkan, masih banyak wajib pajak yang belum sanggup membuat pembukuan dan laporan keuangan. “Maka kriteria tertentu seperti kententuan dibawah omzet tertentu seperti threshold pada skema Pajak Penghasilan (PPh) final perlu dipertimbangkan lebih lanjut,” ujarnya mengingatkan, Rabu (9/12).

Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan Badan Pengurus Harian (BPP) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Ajib Hamdani menilai kebijakan ini bisa menjadi backbone database untuk data center pajak.

Selain itu, kata Ajib, ini juga bisa menciptakan fairness karena level playing field yang sama antar pelaku usaha. Tak terkecuali bagi wajib pajak orang pribadi yang punya usaha dengan kriteria tertentu.

“Sehingga nantinya dalam kondisi ideal, pajak orang pribadi bisa memberikan kontribusi lebih maksimal terhadap penerimaan pajak,” kata Ajib, Rabu (9/12).

Sumber: Harian Kontan, Kamis 10 Des 2020 hal 2

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only