Perlakuan PPh dalam perjanjian internasional dipertegas

JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mempertegas perlakuan pajak penghasilan (PPh) dalam perjanjian internasional. Ke depan masa berlaku PPh akan tetap mengikuti hingga ketentuan berakhirnya perjanjian atau kerjasama Indonesia dengan sejumlah pihak.

Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 236/PMK.010/2020 tentang perubahan atas PMK Nomor 202/PMK.010/2017 tentang Pelaksanaan Perlakuan Pajak Penghasilan yang Disarankan Pada Ketentuan dalam Perjanjian Internasional. Beleid ini mulai berlaku per tanggal 30 Desember 2020.

Pemerintah beralasan diterbitkannya PMK 236/2020 untuk memberikan kepastian hukum mengenai perlakuan perpajakan dalam perjanjian internasional tertentu, maka perlu mengatur pelaksanaan perjanjian internasional yang mendapatkan perlakuan khusus di bidang PPh. 

Sebab, dalam beleid sebelumnya,masih belum menampung kebutuhan pelaksanaan perjanjian internasional. Alhasil, otoritas pajak kini menegaskan apabila ada ketentuan PPh yang diatur dalam perjanjian internasional berbeda dengan ketentuan dalam Undang-Undang (UU) PPh, maka perlakuan PPh didasarkan pada ketentuan dalam perjanjian tersebut sampai dengan berakhirnya perjanjian internasional.

Perjanjian internasional merupakan perjanjian dalam bentuk dan nama tertentu yang diatur dalam hukum internasional. Perjanjian tersebut dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum publik antara pemerintah Indonesia dengan organisasi internasional atau subjek hukum internasional lainnya.

Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan dengan diterbitkannya beleid tersebut memberikan kejelasan terhadap wajib pajak luar negeri yang berada di Indonesia. Sebab, pemerintah kini memberikan batas waktu berlakunya ketentuan perjanjian internasional. 

“PMK 236/2020 memberikan kepastian hukum. Karena jadi masa berlakunya (PPh) akan berdasarkan keputusan Menkeu,” kata Fajry kepada Kontan.co.id, Rabu (12/1). 

Sebagaimana dalam Pasal 2 ayat (3a) PMK 236/2020 menyatakan perjanjian internasional yang mendapatkan perlakuan perpajakan sesuai PMK ini ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan.

Adapun hingga saat ini ada tiga puluh negara yang menjalin kerjasama perlakuan PPh yang didasarkan pada ketentuan perjanjian internasional dengan Indonesia yakni Australia, Kanada, India, Inggris, Jepang, Selandia Baru, Belanda, Rusia, Jerman, Perancis, Polandia, Amerika Serikat, Swiss, Italia, Belgia, Denmark, Korea, Firlandia, Malaysia, Singapura, China, Vietnam, Thailand, Meksiko, Arab Saudi, Iran, Pakistan, Filipina, Austia, dan Mesir.

Sementara itu, ada tiga belas organisasi internasional yang wajib mengikuti ketentuan dalam PMK 236/2020 antara lain Islamic Development Bank (IDB), Asian Development Bank (ADB), Japan Internasional Cooperations Agency (JICA), Japan Bank for International Cooperation (JBIC), Islamic Corporation for Development of the Private Sector (ICD), Organisation for Ecomomic Co-Operation and Development (OECD), 

Kemudian, Asian Investment Bank (AIB), Coral Triangle Initiative on Coral Reefs, Fisheries and Food Security (CTI-CFF), International Islamic Trade Finance Corporation (ITFC), Credit Guarantee and Investment Facility (CGIF), dan dan Kerjasana teknik di bidang perkoperasian dengan DMTCI/CLAUSA.

Sumber : Kontan.co.id, Selasa 12 Januari 2021

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only