Gegara Aturan Pulsa Kena Pajak, Kemenkeu Diminta Perbaiki Komunikasi

Jakarta – 

Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Syarief Hasan mempertanyakan pola komunikasi yang dibangun oleh pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Pasalnya muncul protes terhadap Kemenkeu menyusul terbitnya Peraturan Menteri Keuangan soal pulsa yang kena pajak.

Seperti diketahui Kementerian Keuangan resmi menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6/PMK.03/2021 tentang Penghitungan dan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Serta Pajak Penghasilan (PPh) atas Penyerahan/Penghasilan Sehubungan Dengan Penjualan Pulsa, Kartu Perdana, Token, dan Voucer.

Syarief Hasan menilai masyarakat umum menangkap bahwa Peraturan Menteri Keuangan ini berpengaruh pada harga pulsa, kartu perdana, token, dan voucher. Konsumen yang terbanyak adalah rakyat kurang atau tidak mampu.

Hal ini disebabkan sosialisasi yang dilakukan Kemenkeu terkait peraturan ini masih sangat kurang. Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat ini menilai masalah ini muncul karena kurang baiknya pola komunikasi Kemenkeu kepada masyarakat.

“Masyarakat umum menangkap berbeda. Peraturan Menteri Keuangan ini sehingga muncul protes dari masyarakat,” ungkap Syarief Hasan dalam keterangannya, Senin (1/2/2021).

Ia pun mendorong agar pemerintah memiliki juru bicara yang bisa membahasakan kebijakan-kebijakan Pemerintah kepada masyarakat.

“Setiap kebijakan mesti disosialisasikan terlebih dahulu kepada masyarakat sehingga pemerintah dapat mengetahui keberterimaan masyarakat terhadap kebijakan tersebut, termasuk juga kebijakan dana wakaf,” ungkap Syarief Hasan.

Menurutnya, para juru bicara ataupun staf khusus dari kementerian keuangan harus lebih memahami posisinya sebagai perpanjangan tangan pemerintah atau Kemenkeu. Ia menilai kebiasaan para juru bicara dan staf khusus yang lebih sering berkomentar di media sosial mesti diperbaiki.

“Juru bicara harus melakukan langkah-langkah sosialisasi di media nasional setiap kali ada kebijakan baru yang berpotensi menimbulkan polemik di masyarakat dan mengakibatkan keresahan di tengah-tengah pandemi COVID-19,” ungkap Syarief Hasan.

“Pemerintah atau kementerian dan lembaga harus memberikan pembinaan sebelum memilih juru bicara/staf khusus sehingga mereka bisa menjalankan tugas sebagai perpanjangan tangan K/L, khususnya setiap ada kebijakan baru yang akan mempengaruhi kualitas hidup rakyat, khususnya rakyat kurang/tidak mampu,” tutup Syarief Hasan.

Sumber : detik.com, Senin, 01 Feb 2021

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only