DPR khawatir insentif pajak LPI berdampak pada penerimaan pajak

JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) saat ini tengah menyusun aturan perpajakan untuk Lembaga Pengelola Investasi (LPI). Namun, sejumlah anggota Komisi XI DPR RI menilai, insentif ini akan berdampak terhadap ketahanan fiskal, atau bahkan tidak dimanfaatkan oleh investor asing.

Anggota Komisi XI Fraksi PKS Anis Byarwati mengatakan pemerintah perlu memitigasi dampak insentif pajak untuk LPI, mengingat proyek yang akan dijalankan bernilai besar dan pada dasarnya bisa memberikan kontribusi terhadap penerimaan pajak. Alhasil potential loss penerimaan pajak akibat insentif pajak LPI perlu disandingkan dengan potensi terhadap pertumbuhan ekonomi ke depan. 

“Apalagi penerimaan pajak tidak pernah mencapai target, kerugian dari insentif pajak LPI juga harus dipikirkan apakan malah in-efektif, atau bahkan rentan terhadap penyalahgunaan dan rentan akan korupsi,” ujar Anis saat Rapat Kerja dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Senin (1/2).

Anis menambahkan, hampir semua negara yang punya SWF memberikan insentif perpajakan. Namun, LPI bisa kalah saing apabila insentif perpajakan tidak dibarengi dengan perbaikan kemudahan iklim berusaha, stabilitas ekonomi, infrastruktur, dan kepastian hukum.

Sementara itu, Anggota Komisi XI Fraksi Partai Golkar Mukhamad Misbakhun menilai langkah pemerintah untuk mengesampingkan regulasi perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) akan tumpang tindih dengan prinsip perpajakan worldwide sebagaimana dalam Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.  Sehingga, pemerintah perlu harus lebih memerinci aturan hukum perpajakan internasional LPI dalam aturan turunan selanjutnya.

Selain itu, Misbakhun menilai insentif perpajakan LPI akan berdampak terhadap investasi dalam negeri. “Saya khawatir ini akan menjadi sebuah fasilitas yang tidak pernah dimanfaatkan, akhirnya FDI mengalami distorsi, kalau bekerjasama dengan LPI akan mendapatkan fasilitas berlebih. Tapi ke private fasilitas berbeda, ini akan menjadi disinsentif sendiri. Ini mengkhawatirkan bagi saya,” kata Misbakhun.

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan dividen yang diterima mitra investasi yang merupakan subjek pajak luar negeri (SPLN) dari kuasa kelola akan dikenakan tarif pajak penghasilan (PPh) sebesar 7,5%. Transaksi tersebut merupakan dividen yang dibayarkan ke luar negeri.

Adapun aturan yang berlaku sekarang, dividen yang diterima investor asing di luar negeri dipatok PPh Pasal 26 dengan tarif 20%. Ketentuan lainnya, sesuai dengan ketentuan perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) di masing-masing negara yang terikat dengan Indonesia.

Sumber : KONTAN.CO.ID, Senin 1 Februari 2021

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only