Konsumen Rumah Menengah Patut Diperhatikan, BPHTB Perlu Dipangkas

JAKARTA – Penyediaan hunian untuk golongan menengah ternyata masih terdapat berbagai biaya yang sampai sekarang masih memberatkan, ungkap CEO Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda.

Biaya yang memberatkan konsumen untuk membeli rumah, menurut dia, di antaranya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen Biaya Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB) 5 persen dari harga rumah.

“Kalau untuk membeli rumah dari pengembang di segmen menengah misalkan Rp450 juta, konsumen harus juga membayar PPN 10 persen atau Rp45 juta,” ujarnya pada Senin (15/2/2021).

PPN ini sudah menjadi keharusan sesuai dengan UU No. 42/2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

Ali mengemukakan dalam proses pembelian rumah, konsumen akan dibebankan dengan biaya-biaya lain termasuk biaya BPHTB dengan tarif 5 persen dari nilai transaksi setelah dikurangi nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak (NPOPTKP).

Selain biaya BPHTB yang menjadi biaya yang paling tinggi, terdapat biaya-biaya lain terkait pembuatan akta dan sertifikat yang mencapai 2,5 persen.

Dengan demikian, total biaya yang masih harus dibayarkan berkisar 7 persen hingga 7,5 persen. Dengan contoh harga Rp450 juta, konsumen harus menyiapkan lagi uang Rp33 jutaan untuk biaya-biaya tersebut.

Ali memaparkan lebih jauh bahwa jika konsumen ingin memilih untuk menggunakan fasilitas kredit pemilikan rumah (KPR) bank, ada biaya-biaya yang harus disiapkan.

Sebelum akad dilakukan di bank, konsumen harus melunasi dulu beberapa hal terkait biaya-biaya akad, antara lain biaya notaris, Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan/ Akta Pemberian Hak Tanggungan (SKMHT/APHT), appraisal, biaya proses, sampai asuransi.

Konsumen juga diharuskan menyiapkan saldo mengendap lebih kurang besarannya satu kali cicilan. Total biaya akad diperkirakan 4,9 hingga 5,5 persen.

Besaran ini juga tergantung dari usia pembeli karena menyangkut asuransi jiwa. Dengan harga jual di atas, konsumen harus menyiapkan uang Rp23 jutaan.

Dengan demikian, total biaya lain yang harus dikeluarkan lagi untuk membeli rumah seharga Rp450 jutaan lebih kurang Rp56 juta atau 12 persen hingga 13 persen.

“Jadi, meskipun penghasilan konsumen memenuhi syarat untuk dapat membeli, mereka dituntut harus mempunyai tabungan sebesar itu dulu,” kata Ali.

Masalahnya, jika mereka terlalu lama menabung, harga rumah sudah semakin naik dan tidak akan terkejar. Oleh sebab itu, banyak pengembang yang menggunakan strategi harga dengan tanpa uang muka, bebas biaya BPTHB, bebas biaya akad, dan lainnya agar konsumen dimudahkan untuk dapat membeli rumah meski tetap ada biaya-biaya yang cukup besar yang diperhitungkan di dalamnya.

Mengingat hal tersebut, ujarnya, IPW sejak lama mengusulkan agar pemerintah segera menurunkan tarif BPHTB menjadi sebesar 2,5 persen karena menyangkut biaya yang cukup tinggi, serta juga pengurangan PPN khusus untuk segmen menengah.

“Pajak pembelian rumah di Indonesia masih mahal, belum lagi biaya-biaya lainnya. BPHTB seharusnya dapat dikurangi menjadi 2,5 persen dan ini dijamin pasti akan memberikan peningkatan luar biasa bagi pasar properti dalam kondisi saat ini,” kata Ali.

Dia menyatakan pemerintah harus memperhatikan golongan menengah ini dan tidak hanya terpaku pada penyediaan rumah untuk menengah bawah yang didukung Fasilitas Pembiayaan Perumahan (FLPP). “Golongan menengah menyimpan potensi yang tak kalah banyak dari golongan menengah bawah.”

Sumber : Bisnis.com, Senin 15 Februari 2021

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only