Pemerintah merelaksasi sanksi admistrasi wajib pajak bandel

JAKARTA. Pemerintah menetapkan sejumlah relaksasi atas sanksi administrasi wajib pajak (WP). Tujuannya untuk mendorong wajib pajak nakal melunasi kewajiban perpajakan, sebab pemerintah sudah memberikan tarif sanksi administrasi yang lebih rendah.

Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 2021 tentang Perlakuan Perpajakan Untuk Mendukung Kemudahan Berusaha yang merupakan aturan turunan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Beleid ini berlaku per tanggal 2 Februari 2021. 

Secara rinci, relaksasi sanksi administrasi wajib pajak nakal tersirat dalam Bab V tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Untuk Kemudahan Berusaha. Lebih lanjut, setidaknya ada tiga jenis pelanggaran wajib pajak yang diberikan relaksasi oleh pemerintah. 

Pertama, perubahan sanksi administrasi dalam pengungkapan ketidakbenaran pengisian surat pemberitahuan (SPT) pada saat pemeriksaan dari 50% menjadi tarif bunga berdasarkan suku bunga acuan dengan jangka waktu maksimal 24 bulan.

Kedua, sanksi administrasi pengungkapan ketidakbenaran setelah pemeriksaan bukti permulaan, dari 150% menjadi 100%. Ketiga, permintaan penghentian tidak pidana di bidang perpajakan dari denda sebesar empat kali jumlah pajak, menjadi tiga kali jumlah pajak. 

“Pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang sebagaimana pada ayat (2) huruf b dan pembayaran sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c merupakan pemulihan kerugian pada pendapatan negara,” dikutip Pasal 7 ayat 2a, Bab V PP 9/2021.

Sebelumnya, saat aturan itu disusun, Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Suryo Utomo menjelaskan latar belakang pemerintah merelaksasi sanksi administrasi pajak agar memacu wajib pajak mandiri dalam hal membetulkan kesalahannya. Hal ini sejalan dengan sistem self assessment yang gunakan oleh pemerintah dalam administrasi perpajakan.

“Terlambat kena sanksi yang kena sanksi tapi tidak sebesar seperti sekarang. Tingkat kesalahan mereka betulkan sendiri sanksinya lebih murah, karena kita menjunjung sistem pajak self assessment,” kata Suryo saat Konferensi Pers Kluster Perpajakan UU Cipta Kerja, 19 November 2020.

Suryo menambahkan, wajib pajak pelanggar administrasi perpajakan sebetulnya selama ini mau membayar sanksi, tapi tarifnya terlalu mahal. “Pada waktu bukti permulaan kena 150% plus utang pajak ujungnya mereka tidak mampu. Ini jadi salah satu pemahaman kami bagaimana meningkatkan kepatuhan ke depan agar wajib pajak tidak mengulangi perbuatannya,” ucap Suryo.

Sumber : KONTAN.CO.ID, Selasa 23 Februari 2021

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only