DJP Susun Aturan Administrasi Pajak Fintech, Termasuk Pinjaman Online

JAKARTA — Ditjen Pajak (DJP) tengah menyusun regulasi terkait dengan administrasi perpajakan untuk pelaku usaha bidang financial technology (Fintech), khususnya peer-to-peer (P2P) lending atau pinjaman online.

Kasubdit PPN Perdagangan, Jasa & Pajak Tidak Langsung Lainnya DJP Bonarsius Sipayung mengatakan kebijakan untuk bisnis Fintech fokus pada penataan administrasi perpajakan, khususnya pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh).

Menurut dia, rencana kebijakan yang tengah disusun akan berlaku untuk semua pihak yang terjun dalam bisnis Fintech, mulai dari penyedia platform, pemberi pinjaman (borrower), hingga peminjam (lender).

“Untuk konteks perpajakan di Fintech, kami netral saja. Isu yang paling penting di sini adalah isu administrasi,” katanya dalam acara Digital Regulatory Outlook 2021, Rabu (24/2/2021).

Bonarsius memastikan tidak ada jenis pajak baru dalam rancangan aturan yang tengah disusun DJP. Dia menegaskan beleid yang akan dikeluarkan otoritas nanti akan memperjelas pajak terutang dari transaksi pelaku usaha di dunia Fintech.

Dia memberi contoh bila platform melakukan penyerahan jasa kepada debitur atau kreditur maka harus menerbitkan faktur pajak. Menurutnya, aturan yang sedang disusun akan memudahkan pemenuhan aspek administrasi perpajakan dari sisi PPN.

Kemudian, jika ada penghasilan dari transaksi peminjaman tentu terutang PPh. Bonarsius menyampaikan rancangan aturan tersebut akan menjadi payung hukum untuk tata cara pelaksanaan administrasi perpajakan yang akan memberikan kepastian bagi semua pelaku usaha.

“Ini sedang kita susun aturan yang mengatur aspek perpajakan PPh dan PPN untuk Fintech,” terangnya.

Bonarsius menjamin aturan tersebut tidak akan membebani pelaku usaha dari sisi pemenuhan administrasi perpajakan. Payung hukum tersebut menjadi cara DJP untuk memastikan setiap pajak terutang dari transaksi Fintech dilaksanakan dengan tepat dan benar.

“Salah satu pengaturannya kalau ada penghasilan dari fasilitator, lender, dan peminjam itu tentu terutang PPh. Kalau ada penyerahan jasa maka terutang PPN. Nanti akan dibuat administrasinya sedemikian rupa sehingga menjadi mudah untuk dilaksanakan,” imbuhnya.

Sumber: DDTC.co.id . Rabu, 24 Februari 2021.

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only