Ini kata pengamat soal aturan baru subjek pajak orang pribadi

JAKARTA. Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan baru soal ketentuan subjek pajak orang pribadi (SPOP). Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan akan banyak pihak yang akan diuntungkan atas keluarnya aturan tersebut.

Menurut Fajry, dampak positif bagi warga negara Indonesia (WNI) dan warga negara asing (WNA) yakni dapat menghapus ketidakpastian perlakuan perpajakan lintas yurisdiksi yang selama ini dianggap memberati para ekspatriat.

“Kita tahu sendiri, di Indonesia masih membutuhkan banyak tenaga asing dengan keahlian tertentu. Start-up misalnya, ketersediaan software engineer dan tenaga ahli yang kritikal lainnya masih sangat terbatas ada di Indonesia,” kata Fajry kepada Kontan.co.id, Rabu (3/3). 

Menurut Fajry, jika peraturan perpajakan di Indonesia kurang bersahabat, bukan tak mungkin pada akhirnya akan memindahkan tenaga kerja asing yang saat ini ada di Indonesia, ke negara lain seperti Singapura. 

Selain itu, aturan SPOP baru, juga bermanfaat bagi WNI yang bekerja di luar negeri. Sehingga menghindari dari perlakuan pajak berganda. Namun demikian, Fajry menilai akan berdampak pada penerimaan pajak.

“Sedangkan biaya dari kebijakan ini, saya akui akan ada potensi penerimaan negara yang akan hilang. Makanya perlu dibatasi jenis pekerjaan apa saja yang berhak untuk mendapatkan fasilitas ini,” ujar Fajry.

Adapun kebijakan tersebut ada dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 18/PMK.03/2021 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Beleid ini berlaku per tanggal 17 Februari 2021.

Pasal 2 menjelaskan, orang pribadi yang ditetapkan sebagai SPOP selama berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan atau dalam satu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. Aturan ini berlaku untuk warga negara Indonesia (WNI) maupun warga negara asing (WNA).

Lebih lanjut, di Pasal 2 ayat 3 menegaskan jangka waktu 12 bulan yang dimaksudkan baik secara terus menerus atau terputus-putus dengan bagian dari hari, dihitung penuh sebagai satu hari.

Sementara itu, apabila WNI berada di luar Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu dua belas bulan, maka dikukuhkan sebagai subjek pajak luar negeri (SPLN). Namun harus memenuhi lima syarat. 

Pertama, bertempat tinggal secara permanen di luar Indonesia dan bukan merupakan tempat persinggahan. Kedua, memiliki pusat kegiatan utama yang menunjukkan keterikatan pribadi, ekonomi, dan/atau sosial di luar Indonesia, seperti keluarga, pekerjaan, dan organisasi yang diakui pemerintah negara setempat. 

Ketiga, memiliki tempat menjalankan kebiasaan atau kegiatan sehari-hari di luar Indonesia. Keempat, menjadi subjek pajak dalam negeri negara atau yurisdiksi lain. 

Kelima, telah menyelesaikan kewajiban perpajakan atas seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh WNI selama menjadi subjek pajak dalam negeri (SPDN). Ini dibuktikan dengan surat keterangan WNI memenuhi persyaratan menjadi SPLN yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak. 

Beleid tersebut juga mengatur apabila WNA memiliki keahlian tertentu yang telah menjadi SPDN sebelum PMK 18/2021 berlaku, maka dikenai PPh hanya atas penghasilan yang diterima di Indonesia untuk empat tahun pertama saja, dengan mengajukan permohonan ke Ditjen Pajak.

Sumber : KONTAN.CO.ID, Rabu 3 Maret 2021

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only