Sri Mulyani Usulkan Tarif Pajak Mobil Listrik Naik

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengusulkan perubahan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 73 Tahun 2019 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

Sri Mulyani menjelaskan ada dua skema perubahan yang diusulkan pemerintah. Perubahan ini terkait dengan tarif PPnBM untuk mobil berbasis battery electric vehicle (BEV), plug-in hybrid electric vehicle (PHEV), full hybrid, dan mild hybrid.

Diketahui, BEV adalah mobil yang sumber tenaganya 100 persen dari baterai. Kemudian, mobil berbasis PHEV ini sumber tenaganya berasal dari mesin konvensional dan baterai atau listrik.

Sementara, full hybrid artinya kendaraan hybrid electric vehicle yang memiliki fungsi mematikan mesin secara otomatis saat berhenti sejenak (idling stop), pengereman regeneratif (regenerative braking).

Kemudian, alat bantu gerak berupa motor listrik (electric motor assist) dan mampu digerakkan sepenuhnya oleh motor listrik (EV running mode) untuk waktu atau kecepatan tertentu.

Lalu, mild hybrid adalah kendaraan hybrid electric vehicle yang memiliki fungsi mematikan mesin secara otomatis saat berhenti sejenak (idling stop), pengereman regeneratif (regenerative braking) dan alat bantu gerak berupa motor listrik (electric motor assist).

Sri Mulyani menjelaskan pemerintah mematok tarif PPnBM untuk mobil berbasis BEV dan PHEV sama-sama nol persen dalam PP Nomor 73 Tahun 2019. Hal ini rupanya dipandang tidak menarik bagi investor.

Ani, sapaan akrabnya, mengatakan investor merasa aturan pemerintah tak kompetitif karena tak ada perbedaan antara tarif PPnBM untuk mobil yang sumber tenaganya 100 persen listrik dan mobil yang sumber tenaganya tidak 100 persen listrik.

“Investor berharap ada perbedaan antara yang full baterai dengan yang masih ada hybrid-nya, yaitu PHEV dan full hybrid,” ujar Ani dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI, Senin (15/3).

Oleh karena itu, Ani mengusulkan tarif PPnBM untuk BEV dalam skema satu dan dua tetap nol persen. Lalu, tarif PPnBM PHEV naik dari nol persen menjadi 5 persen dalam skema satu dan menjadi 8 persen dalam skema dua.

Sementara, tarif PPnBM untuk full hybrid Pasal 26 naik dari 2 persen menjadi 6 persen pada skema satu dan naik menjadi 10 persen pada skema dua.

Tarif PPnBM full hybrid Pasal 27 naik dari 5 persen menjadi 7 persen pada skema satu dan 11 persen pada skema dua. Tarif PPnBM Pasal 28 naik dari 8 persen menjadi 12 persen pada skema dua dan tetap 8 persen pada skema satu.

Selanjutnya, tarif PPnBM untuk mild hybrid Pasal 29 naik dari 8 persen menjadi 12 persen pada skema dua dan tetap 8 persen pada skema satu. Tarif PPnBM Pasal 30 naik dari 10 persen menjadi 13 persen pada skema dua dan tetap 10 persen pada skema satu.

Lalu, Tarif PPnBM mild hybrid Pasal 31 naik dari 12 persen menjadi 14 persen pada skema dua dan tetap 12 persen pada skema satu.

“Skema satu hanya akan kami jalankan, asal mereka investor tidak hanya bilang akan investasi tapi betul-betul investasi dengan nilai Rp5 triliun,” kata Ani.

Nantinya, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang akan menilai apakah salah satu investor itu hanya berencana investasi saja atau benar-benar akan berinvestasi.

Selain itu, BKPM juga harus memastikan investor menanamkan dananya Rp5 triliun untuk mendapatkan insentif tarif PPnBM yang diusulkan pemerintah.

“Untuk menciptakan playing field bisa dapat skema kedua bila investasi betul-betul akan mencapai Rp5 triliun. BKPM akan verifikasi untuk dapatkan insentif seperti yang diharapkan,” pungkas Ani.

Sumber : cnnindonesia.com, Senin 17 Maret 2021

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only