Rencana PPN Naik, Skema Multitarif Dapat Dipertimbangkan

JAKARTA — Kementerian Keuangan tengah menyusun skema kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) dalam upaya reformasi perpajakan.

Managing Partner Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Darussalam mengatakan bahwa pada konteks kebutuhan fiskal di masa pemulihan dan pascapandemi, setiap negara berupaya untuk tetap menjamin penerimaan.

Dia tidak heran apabila berbagai organisasi internasional merekomendasikan berbagai strategi terobosan mulai dari pajak digital, pajak berbasis kekayaan, hingga penambahan objek cukai.

“Survei yang dilakukan OECD [Organisation for Economic Co-operation and Development] perawal April lalu juga memperlihatkan bahwa saat ini berbagai negara telah mulai membuat terobosan dalam rangka optimalisasi dan pemulihan penerimaan,” katanya saat dihubungi, Minggu (9/5/2021).

Darussalam menjelaskan bahwa PPN sebagai pajak berbasis konsumsi adalah jenis pungutan yang relatif tahan goncangan di kala krisis. Ini terlihat pada pengalaman krisis tahun 2008.

“Oleh karena itu, upaya meningkatkan penerimaan dari pos PPN di saat pemulihan pascapandemi justru kebijakan yang sangat tepat,” jelasnya.

Berdasarkan catatannya, selama satu dekade terakhir terdapat tren peningkatan tarif PPN secara global. Hal tersebut umumnya dalam rangka kian sulitnya mengoptimalkan penerimaan dari pajak penghasilan (PPh).

Mengacu pada International Bureau of Fiscal Documentation, tarif rata-rata di 127 negara adalah sebesar 15,4 persen dan di Asia sebesar 12 persen.

Sedangkan pemerintah dalam menaikkan PPN akan menggunakan skema multitarif. Bakal ada produk barang dan jasa yang besaran pungunannya naik dan ada pula yang turun. Tapi, produknya masih dalam pembahasan.

Mengacu pada UU No. 42/2009 tentang Perubahan Ketiga Atas UU No. 8.1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, pemerintah bisa mengubah besaran pungutan.

UU tersebut mengatur perubahan tarif paling rendah berada pada angka 5 persen dan paling tinggi 15 persen. Saat ini, tarif PPN berlaku untuk semua produk dan jasa, yakni 10 persen.

Menurut Darussalam, skema multitarif bisa dipertimbangkan khususnya dalam rangka mewujudkan sistem PPN yang lebih adil.

“Saat ini banyak negara yang memiliki tarif standar serta tarif yang berlaku khusus bagi barang/jasa kena pajak tertentu. Semisal reduced rate [persentase yang kecil] untuk barang kebutuhan pokok,” jelasnya.

Sumber: Bisnis.com. Minggu, 9 Mei 2021.

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only