Jaga momentum pertumbuhan properti, REI berharap relaksasi PPN sampai Desember

JAKARTA. Hasil Survei Harga Properti Residensial (SHPR) Bank Indonesia mengindikasikan penjualan properti residensial meningkat pada triwulan I-2021 dengan tumbuh 13,95% (YoY). Di sisi lain, Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) Triwulan I-2021 mengindikasikan pertumbuhan yang terbatas sebesar 1,35% (YoY).

Ketua Umum Realestat Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida menilai, hasil survei tersebut cukup mencerminkan realitas pasar properti. Hasil itu tak jauh beda dari perhitungan REI yang mencatat pertumbuhan penjualan sekitar 15% pada periode Kuartal I-2021 dibandingkan dengan Kuartal IV-2020.

“(Penjualan) yang banyak properti di harga sekitar Rp 1 miliar ke bawah, itu mengambil pangsa pasar hampir 90%,” kata Totok saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (30/5).

Dia tak menampik, pertumbuhan penjualan properti pada awal tahun ini ditopang sejumlah insentif yang dikucurkan oleh pemerintah. Khususnya relaksasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang ditanggung pemerintah.

Untuk menjaga momentum pertumbuhan ini, REI pun berharap masa serah terima hunian sebagai syarat insentif PPN bisa diperpanjang dari Agustus menjadi Desember 2021.

“Tumbuh cukup menggembirakan karena ada relaksasi PPN. Sehingga kami mengharapkan untuk bisa dilakukan sampai dengan Desember,” sebut Totok.

Dengan adanya insentif PPN ditanggung pemerintah, Totok memastikan harga hunian yang dibayar oleh konsumen (end user) akan lebih murah.

Adapun kenaikan harga secara terbatas yang tergambar dalam survei masih tergolong wajar seiring dengan melonjaknya sejumlah bahan baku bangunan seperti besi dan baja.

“Ya fokus utama kami bukan ke menaikkan harga untuk profit tapi menggerakkan industri properti, yang berkaitan dengan 174 industri lain. Multiplier effectnya akan membangkitkan ekonomi,” ungkap Totok.

Dihubungi terpisah, Direktur Independen PT Ciputra Development Tbk (CTRA) Tulus Santoso juga mengamini bahwa  IHPR dan SHPR BI cukup mencerminkan pasar properti. Stimulus dari pemerintah telah menjadi katalis positif untuk pertumbuhan tersebut. “Sejauh ini kenaikan volume ditopang oleh stimulus Bank Indonesia dan insentif PPN,” ungkap Tulus.

PT Intiland Development Tbk (DILD) juga merasakan lonjakan penjualan pada periode awal tahun ini. Sekretaris Perusahaan DILD Theresia Rustandi menyampaikan, hal itu tercermin dari raihan marketing sales DILD yang meroket hingga 150%.

“Untuk DILD sendiri, terlihat lonjakan marketing sales pada Q1-2021 jika dibandingkan kuartal yang sama tahun 2020. Lonjakan terjadi sekitar 150%,” kata Theresia.

Perbandingan Negara Lain

Dari sisi tingkat harga properti, Theresia menilai jika dibandingkan dengan sejumlah negara di kawasan Asia lainnya, investasi properti di Indonesia masih sangat menarik.

“Harga relatif jauh lebih terjangkau dibandingkan negara lain dan rental yield di Indonesia masih dikisaran 5,2% – 7,7%. Relatif masih sangat tinggi,” terangnya.

Terkait perbandingan harga hunian, Ketua Umum Realestat Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida memberikan gambaran harga rumah sederhana subsidi di Indonesia masih berkisar di angka Rp 150 juta – Rp 200 juta. Sedangkan di negara seperti Kamboja saja, sudah menyentuh Rp 500 juta.

“Dengan tipe yang sama, luas tanah dan bangunan, bisa beda jauh harganya. Juga dengan Vietnam, dan belum lagi kalau kita sebut Singapura,” sebut Totok.

Dengan tingkat harga dan proyeksi pasar yang prospektif, tak heran banyak investor asing yang tertarik masuk ke pasar properti Indonesia. Apalagi dengan adanya Undang-Undang Cipta Kerja, Totok menilai pasar properti Indonesia akan semakin digemari.

“Mungkin sama dengan bursa saham, orang asing yang main saham di Indonesia nggak banyak. Tapi itu menggairahkan dan membuat sentimen positif. Itu juga yang kita harapkan, dengan orang asing beli properti di Indonesia, berarti mereka percaya marketnya masih prospektif,” terang Totok.

Sementara itu, Sales Manager Crown Group Reiza Arief memberikan gambaran tingkat harga hunian di Indonesia dan Australia. Pada periode Q1-2021, Indonesia naik terbatas 1,35%, sedangkan harga properti di Sydney Australia naik hingga 8%-9%.

Namun sebagai catatan, secara umum harga properti di Indonesia masih sangat timpang tergantung lokasi dan tipe properti. Menurut Reiza, harga apartemen di pusat kota Jakarta sebenarnya sudah mendekati harga properti di pusat kota seperti Melbourne atau Pert di Australia.

“Jakarta sudah mulai mengejar dalam hal harga. Mungkin karena pertumbuhan penduduk, lahan yang terbatas, dan pengembangan infrastruktur seperti jalan dan transportasi publik,” sebut Reiza.

Kendati begitu, dia menerangkan bahwa kenaikan penjualan dan harga properti sangat dipengaruhi oleh supply dan demand, yang saat ini terjadi penurunan permintaan pada proyek high rise. Sebaliknya, ada lonjakan permintaan di low to medium proyek rumah tapak.

Selain itu, sektor perbankan sangat berperan dalam mendorong pertumbuhan pasar dengan turunnya suku bunga KPR.

“Pasar properti Indonesia didorong oleh sektor perumahan landed yang diperuntukkan bagi pengguna. Ini sangat berperan besar mendorong pasar properti di kondisi saat ini, terutama di low to medium market,” imbuh Reiza.

Sumber : KONTAN.CO.ID , Senin 31 Mei 2021

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only