Di Balik Tingginya Serapan Insentif Pajak

CUKUP membesarkan hati. Hal inilah yang disampaikan Wakil Menteri Keuangan Suahasil ketika melaporkan pemanfaatan insentif pajak hingga pertengahan November 2021 sudah mencapai Rp62,47 atau 99,4% dari pagu yang ditetapkan Rp62,83 triliun.

Pagu yang disediakan tahun ini memang lebih rendah dari tahun lalu yang mencapai Rp120,61 triliun. Namun, dibandingkan dengan realisasi sepanjang 2020 yang mencapai Rp56,12 triliun, tentu saja kinerja hingga bulan lalu sudah lebih tinggi. Estimasinya juga akan melewati pagu.

Menurut Suahasil, kinerja pemanfaatan insentif pajak ini menunjukkan adanya perbaikan ekonomi. Ketika ekonomi bergerak, klaim atas insentif pajak juga meningkat karena bergantung pada besaran pembayaran pajak yang direlaksasi.

Di sisi lain, sinyal pemulihan ekonomi tersebut juga dipakai otoritas fiskal untuk mengevaluasi pemberian insentif pajak. Hasil evaluasi sudah dipastikan akan ditindaklanjuti dengan pengurangan jumlah sektor usaha yang berhak memanfaatkan insentif pajak.

Kementerian Keuangan mengakui pemulihan sejumlah sektor usaha memang belum kembali seperti kondisi sebelum pandemi Covid-19 terjadi. Namun, otoritas menegaskan sudah saatnya sektor usaha tersebut kembali berkontribusi dalam penerimaan pajak.

Hal ini perlu dipahami sambil meletakkan konteks adanya upaya konsolidasi fiskal yang tengah dijalankan pemerintah. Terlebih, pada 2023, disiplin fiskal harus kembali diperketat dengan defisit anggaran sudah tidak boleh lagi melampaui 3% terhadap produk domestik bruto (PDB).

Arah inilah yang perlu dicermati. Bagaimanapun insentif memang masih dibutuhkan. Apalagi, pertumbuhan ekonomi Indonesia sempat terkontraksi 2,07% pada tahun lalu dari sebelumnya tumbuh positif 5,02% pada 2019. Tahun ini, dengan efek technical rebound, hingga kuartal III baru tumbuh 3,24%.

Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), dalam Economic Outlook – Interim Report September 2021, mengingatkan setiap yurisdiksi untuk tetap melanjutkan pemberian stimulus fiskal pada tahun depan.

OECD memandang kebijakan fiskal harus tetap fleksibel dan sejalan dengan perkembangan ekonomi. Pengurangan stimulus fiskal sebaiknya tidak dilakukan mendadak di tengah prospek perekonomian jangka pendek yang masih belum pasti.

Dalam konteks Indonesia, perlu diapresiasi adanya upaya pengurangan insentif pajak yang tidak dilakukan secara mendadak. Pengurangan jumlah sektor yang berhak memanfaatkan fasilitas juga sudah dilakukan sejak awal kuartal III tahun ini.

Namun demikian, aspek yang perlu diperhatikan dalam pemilihan sektor usaha penerima insentif tidak hanya tentang kinerjanya. Pemerintah seharusnya juga mempertimbangkan fase kondisi perekonomian yang tengah dihadapi.

Menurut Collier et al (2020), setidaknya terdapat 3 fase krisis yang dapat diidentifikasi. Ketiganya adalah fase mitigasi risiko, pemulihan ekonomi, dan stabilisasi ekonomi. Tentu saja kebutuhan insentif pada tiap fasenya juga berbeda.

Indonesia sendiri seharusnya sudah berada dalam masa transisi fase pemulihan ekonomi dan stabilisasi ekonomi. Dengan demikian, pemberian insentif pajak seharusnya juga ditempatkan untuk fokus mendorong konsumsi dan investasi.

Dalam masa transisi, bisa saja kebutuhan untuk membantu arus kas dan mencegah pemutusan hubungan kerja (PHK) masih diperlukan. Namun, seharusnya tidak terlalu dominan lagi. Hal ini juga perlu menjadi pertimbangan untuk menentukan jenis insentif pajak yang akan diberikan.

Jika dilihat, Indonesia bisa dikatakan sudah pada jalur yang tepat. Apalagi, beberapa kebijakan terbaru juga difokuskan untuk mendorong konsumsi masyarakat. Namun demikian, penajaman kebijakan memang masih dibutuhkan agar insentif tepat sasaran.

Pemerintah memang perlu berhati-hati dalam menentukan kebijakan insentif pajak ke depan. Harus dipastikan pemulihan suatu sektor usaha tidak hanya sesaat karena bisa mengaburkan pilihan keputusan pemberian insentif.

Selain itu, fokusnya bukan waktunya menarik kembali insentif agar penerimaan pajak makin tinggi bersamaan dengan konsolidasi fiskal. Lebih penting dari itu, pengaturan ulang kebijakan insentif pajak juga diarahkan untuk menata kembali arah perekonomian yang ingin dicapai.

Sumber: ddtc.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only