Tenang! Pengenaan Pajak Aset Digital Masih Dikaji

Jakarta: Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Neilmaldrin Noor mengungkapkan, skema dan penghitungan atas pengenaan pajak transaksi kripto masih dalam pengkajian.

“Sampai saat ini, DJP tengah mengkaji dan melakukan pendalaman atas pengenaan pajak transaksi cryptocurrency, termasuk juga skemanya,” ujarnya kepada Media Indonesia, Senin, 10 Januari 2022.

Neilmaldrin menambahkan kajian dilakukan secara mendalam guna memastikan tak ada hal yang terlewatkan. Itu karena kripto merupakan hal baru, tak saja di Indonesia, tapi juga di negara-negara lain.

“Transaksi kripto merupakan hal yang baru, sehingga diperlukan kajian yang lebih mendalam dan menyeluruh,” jelasnya.  
 
Dus, hingga saat ini transaksi atas kripto masih bebas dari pungutan pajak. Kendati demikian, transaksi digital tersebut dapat dikenakan pajak berdasarkan ketentuan umum aturan perpajakan. Pungutan itu merupakan Pajak Penghasilan (PPh). Dalam UU PPh, kata Neilmaldrin, setiap tambahan kemampuan ekonomis otomatis dikenakan pajak.  
 
“Hal itu termasuk transaksi yang sedang kita bahas ini, maka tetap dikenakan pajak dengan sistem self assessment,” pungkasnya.  
 
Sebelumnya diberitakan, Ketua Umum Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo) yang juga COO Tokocrypto, Teguh Kurniawan Harmanda berharap rencana pengenaan pajak pada industri aset kripto maupun non-fungible token (NFT) tidak menyulitkan atau memberatkan geliat investasi di sektor tersebut.
 
“Sebaiknya pengenaan pajak ini, jangan dibuat terlalu menyulitkan para trader dan investor melihat industri ini masih terbilang sangat baru. Jangan sampai para investor kripto atau pemilik NFT cenderung untuk melakukan trading di luar negeri yang malah mengakibatkan opportunity lost bagi Indonesia,” ujarnya dikutip dari siaran pers, Sabtu, 9 Januari 2022.
 
Pengenaan pajak pada aset kripto maupun NFT, lanjut Teguh, juga akan berdampak pada dua sisi. Pertama, pengenaan pajak dapat mendorong industri lebih berkembang. Sebab hal itu melegitimasi industri aset kripto dan ekosistemnya bisa berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi negara, melalui pendapatan pajak tersebut.
 
Di sisi lain, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) menyatakan pengenaan pajak atas kripto akan paralel dengan rencana pembentukan bursa yang menaungi aset kripto. Pungutan pajak transaksi atas aset kripto, nantinya akan otomatis ditarik dari investor oleh para platform pedagang kripto. Teguh mengatakan, pengenaan pajak aset kripto bisa dilakukan dengan konsep seperti PPh final seperti yang berlaku pada bursa efek.
 
Aspakrindo sendiri telah mengajukan proposal ke Bappebti terkait PPh final sebesar 0,05 persen yaitu setengah dari PPh Final di pasar modal. Angka tersebut jauh lebih kecil dari transaksi penjualan saham di bursa efek dikenakan PPh Final dengan tarif yaitu sebesar 0,1 persen.

Sumber : Medcom.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only