Pajak dari Cuan NFT hingga Aset Digital Menggunakan Sistem Self Assessment, Apa Itu?

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menyebut aset digital berupa Non-Fungible Token (NFT) ataupun lainnya tetap bisa dikenakan pajak dengan menggunakan sistem self assessment meski ketentuan secara spesifiknya belum ada.
 
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor mengatakan pajak khusus transaksi NFT maupun kripto masih dalam pembahasan pemerintah. Namun, ketentuan umum aturan perpajakan tetap dapat digunakan.
 
“Sebagaimana disebutkan dalam UU PPh, setiap tambahan kemampuan ekonomis dikenakan pajak. Hal itu termasuk transaksi yang sedang kita bahas ini, maka tetap dikenakan pajak dengan sistem self assessment,” kata dia kepada Medcom.id  Senin, 17 Januari 2022.

Lalu apa itu sistem self assessment yang dimaksud?
 
Dilansir dari laman resmi DJP, self assessment berarti besarnya pajak yang terutang ditetapkan oleh wajib pajak. Dalam hal ini, kegiatan menghitung, memperhitungkan, menyetorkan dan melaporkan pajak yang terutang dilakukan oleh wajib pajak.
 
Sementara itu, peran institusi pemungut pajak seperti DJP hanyalah mengawasi melalui serangkaian tindakan pengawasan maupun penegakan hukum (pemeriksaan dan penyidikan pajak).
 
Sedangkan dilansir dari laman Asosiasi Tax Center Perguruan Tinggi Seluruh Indonesia (Atpetsi), menurut penjelasan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP),  self assessment menjadi ciri dan corak sistem pemungutan pajak di Indonesia.
 
Sistem ini memberikan kepercayaan dan tanggung jawab kepada wajib pajak untuk berinisiatif mendaftarkan dirinya untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), serta mengurus urusan perpajakannya sendiri.
 
Karena hal itu sudah dipercayakan kepada wajib pajak, maka besarnya pajak terutang tidak tergantung pada adanya ketetapan pajak. Penerbitan suatu surat ketetapan pajak hanya terbatas kepada wajib pajak tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian SPT atau karena kantor pajak menemukan data fiskal yang tidak dilaporkan oleh wajib pajak.
 
Adapun dasar hukum self assessment diatur dalam Pasal 12 ayat (1) UU KUP yang menyebutkan “Setiap wajib pajak wajib membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak.
 
Dengan kata lain, sistem ini lebih cenderung menitikberatkan pada peran aktif wajib pajak dalam pemungutan pajak.
 
Walaupun demikian, DJP memiliki kewenangan untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), yang dilakukan hanya pada kasus-kasus tertentu, antara lain terhadap wajib pajak yang berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain tidak memenuhi kewajiban formal dan/atau kewajiban material.

Sumber : medcom.id
 

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only