Pertemuan C20 Soroti Isu Kesetaraan Vaksin hingga Keadilan Pajak

Chair C20 Indonesia Sugeng Bahagijo menjelaskan bahwa berbagai kelompok masyarakat sipil bergabung dalam gelaran C20 Kick Off Ceremony & Meeting. Acara itu berlangsung secara luring di Nusa Dua, Bali dan daring pada 7—9 Maret 2022.

Menurutnya, Indonesia sebagai Presidensi G20 merangkum berbagai aspirasi masyarakat sipil dunia dan mendorongnya secara bersama agar menjadi pembahasan oleh G20. Aspirasi itu akan dihimpun melalui tujuh kelompok kerja lintas bidang.

Ketujuh kelompok kerja C20 terdiri dari:

1. Kesetaraan akses terhadap vaksin dan kesehatan global

2. Lingkungan, iklim, dan transisi energi

3. Pengembangan, SDGs, dan kemanusiaan

4. Pendidikan, digitalisasi, dan ruang sipil

5. Kesetaraan gender

6. Anti korupsi

7. Perpajakan dan pembiayaan berkelanjutan

Sugeng menjelaskan bahwa dari ketujuh kelompok kerja itu, C20 Indonesia menyoroti empat isu utama, yang akan menjadi agenda utama Indonesia bagi pembahasan di G20. Pertama yakni mengenai kesetaraan akses terhadap vaksin dan layanan kesehatan.

C20 Indonesia menilai bahwa distribusi vaksin global masih belum merata, karena negara maju gencar mendorong vaksin sementara negara-negara berkembang dan miskin masih kesulitan mengejar target vaksin dua dosis. G20 harus berperan dalam mendorong kesetaraan itu, salah satunya melalui aspirasi C20.

“Ini menjadikan posisi kita sebagai perwakilan negara berkembang dan turut mendengar aspirasi negara-negara miskin dalam proses pembuatan kebijakan dalam G20,” ujar Sugeng pada Senin (7/3/2022).

Kedua, C20 Indonesia akan mendorong reformasi perpajakan global, khususnya pajak bagi perusahaan-perusahaan multinasional. Pada tahun depan berlaku tarif global minimum tax 15 persen bagi perusahaan dengan pendapatan di atas 750 juta euro.

Sugeng menjelaskan bahwa penerapan kebijakan pajak itu perlu lebih maksimal, yakni jangan sampai pajak hanya masuk ke negara-negara maju. Negara-negara berkembang harus turut menerima manfaat pajak tersebut.

Ketiga, C20 mendorong negara-negara maju untuk merealisasikan janjinya membayar US$100 miliar per tahun kepada negara-negara berkembang. Dana itu untuk melakukan mitigasi dan adaptasi penekanan dampak krisis iklim.

Menurut Sugeng, dana itu diperlukan negara-negara berkembang karena kebutuhan transisi ke energi hijau memerlukan biaya yang sangat tinggi. Hal itu pun telah disepakati dalam perjanjian Paris, tetapi belum kunjung ditepati negara-negara maju.

Keempat, C20 mendorong penurunan tarif remitansi global dari rata-rata 6 persen menjadi 3 persen. Ini memang akan merugikan korporasi [penyedia jasa pembayaran], tetapi manfaatnya akan sangat besar bagi para pekerja migran,” kata Sugeng

Sumber : Ekonomibisnis.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only