Implementasi UU HPP Bakal Dilakukan Hati-hati, Ini Kata Sri Mulyani

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan pemerintah akan mengimplementasikan UU No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) secara hati-hati.

Sri Mulyani mengatakan UU HPP diperlukan untuk mengoptimalkan penerimaan perpajakan jangka menengah dan panjang. Namun, pemerintah tidak ingin implementasi peraturan tersebut mengganggu proses pemulihan ekonomi dari pandemi Covid-19.

“UU HPP akan meningkatkan sisi penerimaan negara, tetapi kami akan mengimpementasikannya secara hati-hati,” katanya dalam webinar Fitch on Indonesia 2022: Exit Strategy after the Pandemic, Rabu (16/3/2022).

Sri Mulyani menuturkan UU HPP merupakan bagian dari reformasi perpajakan. Ruang lingkup UU HPP meliputi pajak penghasilan, program pengungkapan sukarela (PPS), PPN, ketentuan umum dan tata cara perpajakan, serta pajak karbon.

Menurut menkeu, reformasi akan membuat penerimaan perpajakan dapat terus meningkat dan lebih berkelanjutan. Hal itu diperlukan karena semua negara di dunia harus mewaspadai terjadinya krisis pada masa depan.

UU HPP, lanjutnya, juga memiliki peran penting bagi pemerintah dalam menjalankan konsolidasi fiskal. Seperti diatur dalam UU No. 2/2020, pemerintah harus mengembalikan defisit APBN ke level 3% dari PDB pada 2023.

Sri Mulyani menilai memandang proses konsolidasi fiskal sejauh ini telah berjalan dengan baik. Hal itu didasarkan pada realisasi kinerja defisit anggaran pada 2020 dan 2021 yang berada di bawah prediksi pemerintah

“Dalam situasi ketidakpastian, kami melihat konsolidasi fiskal tetap berjalan secara konsisten,” ujarnya.

Defisit APBN sempat melebar hingga 6,09% terhadap PDB pada 2020 dan berangsur turun menjadi 4,65% PDB pada 2021. Memasuki 2022, pemerintah merencanakan defisit APBN senilai Rp868,0 triliun atau 4,85% terhadap PDB.

Sumber: ddtc.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only