Kemenkeu: Perubahan Tarif PPN Tambah Penerimaan Negara Rp 44 Triliun

Kementerian Keuangan memperkirakan penerimaan negara dapat bertambah Rp 44 triliun seiring kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 1% menjadi 11% dan penerapan PPN tarif khusus. Namun, kenaikan tarif PPN hanya akan meningkatkan inflasi sebesar 0,4%. 

Direktur Perpajakan I Direktorat Jenderal Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan, perubahan aturan tarif PPN akan menambah penerimaan negara sebesar Rp 44 triliun selama pemberlakuan sembilan bulan pada tahun ini. Tambahan penerimaan sebesar Rp 40,7 triliun berasal dari kenaikan tarif umum PPN menjadi 11%, sedangkan PPN tarif khusus (tarif final 1-3%) akan menambah penerimaan Rp 3,7 triliun.

Di sisi lain, dampak kenaikan tarif terhadap inflasi tahun ini  hanya sebesar 0,4%. “Memang karena harga komoditas global segala macam juga meningkat, mudah-mudahan inflasinya tetap terkendali, tetapi dari sisi kenaikan tarif PPN sendiri ini tidak memberikan dampak yang signifikan,” kata Hestu dikutip dari Media Keuangan Kemenkeu, Rabu (18/5).

Berdasarkan perhitungan Dana Moneter Internasional (IMF), perubahan ketentuan PPN dalam jangka menengah berpotensi memberi tambahan penerimaan 0,6% hingga 0,8% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Ketentuan PPN ini meliputi kenaikan tarif menjadi 11% mulai bulan lalu dan 12% paling lambat pada 2025, pengurangan fasilitas pembebasan PPN serta menyiapkan tarif PPN final, yakni 1%-3%.

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengatakan, penyesuaian tarif PPN menjadi 11% merupakan amanat dari UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Penyesuaian ini dibutuhkan untuk mebangun fondasi pajak yang kuat dan adil pas pandemi. Pertimbangan lainnya, yakni perlunya menjaga kesinambungan fiskal jangka panjang.

Ia mengatakan, penyesuaian tarif diharap bisa mendongkrak rasio pajak RI naik ke dua digit tahun. Seperti diketahui, rasio pajak Indonesia tahun lalu sebesar 9,11% dari PDB, terbilang rendah dibandingkan rata-rata negara berkembang lainnya yang mencapai 27,8%.

Namun, Yustinus mengatakan pihaknya juga merumuskan kebijakan yang seimbang untuk mendukung pemulihan ekonomi sekalipun tarif PPN dinaikan. ““Pemerintah tetap menganalisis dampak penyesuaian tarif ke kelompok berpendapatan rendah. Barang dan Jasa tertentu tetap diberikan fasilitas bebas PPN dan tidak dikenakan PPN,” ujarnya.

Perubahan tarif PPN hanya salah satu dari perubahan ketentuan perpajakan yang dilakukan pemerintah melalui UU HPP. Ada beberapa pengaturan lainya seperti penambahan lapisan baru dalam Pajak penghasilan (PPh), perubahan dalam ketentuan administrasi perpajakan hingga tax amnesty jilid II.

Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam keterangannya Oktober tahun lalu mengatakan, adanya UU HPP akan membantu pemerintah mendongkrak penerimaan perpajakan tahun ini hingga Rp 139,3 triliun. Sumbangannya terhadap tambahan penerimaan negara akan terus meningkat setidaknya sampai 2025, dimana tiga tahun nanti, beleid baru ini akan memberi tambahan penerimaan negara Rp 353,3 triliun.

Sumber: katadata.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only