Tinggal 16 Hari, Ini Tata Cara Lapor Harta PPS via DJP Online

JAKARTA. Pelaporan harta dalam Program Pengungkapan Sukarela (PPS) tinggal 1 bulan lagi atau tepatnya sampai 30 Juni 2022. Lewat dari itu, siap-siap para wajib pajak bakal terkena sanksi administratif hingga pidana. Dikutip dari laman pajak.go.id/pps, Selasa (14/6/2022), jumlah nilai harta bersih yang diungkap para wajib pajak (WP) dalam PPS tembus Rp 163,18 triliun. Harta diungkap oleh 75.938 WP dengan 90.088 surat keterangan.

Jumlah PPh yang diterima negara mencapai Rp 16,31 triliun. Dari total harta bersih tersebut, harta yang diungkap dan dideklarasi dalam negeri dan repatriasi sebesar Rp 142,64 triliun, investasi Rp 8,4 triliun, dan deklarasi luar negeri Rp 12,10 triliun. “Pelaporan PPS dilakukan secara online melalui akun wajib pajak di situs https://djponline.pajak.go.id/account/login dalam jangka waktu 24 jam sehari dan 7 hari seminggu dengan standar WIB,” tulis DJP dalam laman resminya.

Ini Proses Resminya Cara lapor harta Program PPS hanya sampai 30 Juni 2022. Ditjen Pajak berkali-kali mengingatkan dan mengirim imbauan lewat surat eletronik (email) untuk segera melaporkan harta jika tak ingin kena sanksi 200 persen. Sanksi tertuang dalam Pasal 18 ayat 3 UU Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak.

Sanksi itu bakal dijatuhkan ketika Ditjen Pajak menemukan harta wajib pajak yang tidak atau belum dilaporkan dalam Surat Pernyataan Harta (SPH) usai mengikuti PPS. Atas tambahan harta itu, maka dikenai pajak penghasilan (PPh) sesuai dengan Pasal 4 PP 36/2017. Tarif PPh yang harus dibayar wajib pajak badan sebesar 25 persen, wajib pajak orang pribadi sebesar 30 persen, dan wajib pajak tertentu sebesar 12,5 persen.

Rumusan sanksinya adalah tarif PP 36/2017 x nilai harta baru + sanksi UU TA 200 persen. Sementara bagi OP peserta PPS kebijakan II, tarif yang dikenakan bila telat lapor harta adalah PPh final 30 persen dari harta bersih + sanksi bunga per bulan ditambah uplift factor 15 persen. Baca juga: BBM Pertamina Hari Ini, Cek Harga Pertalite dan Pertamax Agar terhindar dari sanksi, segera lapor harta sebelum program PPS berakhir.

Tata cara pelaporan harta dan teknis lainnya tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 196/PMK.03/2021. Pengungkapan harta dilakukan melalui sistem digital alias daring (online) untuk memperkecil interaksi antara pelapor pajak dengan petugas pajak. Tata cara pengungkapan harta PPS tahun 2022 sebagai berikut:

1. Pengungkapan dilakukan dengan Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta (SPPH) yang disampaikan secara elektronik melalui laman https://pajak.go.id/pps.

2. SPPH dilengkapi dengan, SPPH induk, bukti pembayaran PPh Final, daftar rincian harta bersih, daftar utang, pernyataan repatriasi dan/atau investasi.

3. Untuk peserta kebijakan II, ada tambahan kelengkapan, yakni pernyataan mencabut permohonan (restitusi atau upaya hukum); dan Surat permohonan pencabutan Banding, Gugatan, Peninjauan Kembali.

4. Peserta PPS dapat menyampaikan SPPH kedua, ketiga, dan seterusnya untuk membetulkan SPPH apabila ada perubahan harta bersih atau kesalahan tulis, hitung, atau perubahan tarif.

5. Peserta PPS dapat mencabut keikutsertaan dalam PPS dengan mengisi SPPH selanjutnya dengan nilai 0. Peserta PPS yang mencabut SPPH dianggap tidak ikut PPS dan tidak dapat lagi menyampaikan SPPH berikutnya.

6. Pembayaran dilakukan dengan menggunakan Kode Akun Pajak (KAP) PPh Final 411128 dan Kode Jenis Setoran (KJS) untuk kebijakan I, 427, untuk kebijakan II, 428. Pembayaran tidak dapat dilakukan dengan Pemindahbukuan (Pbk). Baca juga: Pengangguran di Kota Meningkat, China Desak Lulusan Perguruan Tinggi Cari Kerja di Desa

7. PPh Final yang harus dibayarkan sebesar tarif dikali nilai harta bersih (harta dikurang utang).

8. Untuk kebijakan I, pedoman yang digunakan untuk menghitung besarnya nilai harta per 31 Desember 2015, yaitu:

a. Nilai nominal, untuk harta kas atau setara kas.

b. Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) untuk tanah bangunan dan Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB) untuk kendaraan bermotor.

c. Nilai yang dipublikasikan oleh PT Aneka Tambang Tbk., untuk emas dan perak.

d. Nilai yang dipublikasikan oleh PT Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk saham dan waran yang diperjualbelikan di PT BEI. e. Nilai yang dipublikasikan oleh PT Penilai Harga Efek Indonesia untuk SBN dan efek bersifat utang/sukuk yang diterbitkan perusahaan.

f. Jika tidak ada pedoman, menggunakan hasil penilaian Kantor Jasa Penilaian Publik (KJPP).

9. Untuk kebijakan II, pedoman yang digunakan untuk menghitung besarnya nilai harta per 31 Desember 2020, yaitu: a. Nilai nominal, untuk kas atau setara kas.

b. Harga perolehan, untuk selain kas atau setara kas.

c. Jika tidak diketahui, menggunakan nilai wajar per 31 Desember 2020 dari harta sejenis atau setara berdasarkan penilaian WP.

Sumber : kompas.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only