Menelaah Penyebab Pencabutan Fasilitas Tax Allowance

Untuk mendorong percepatan dan peningkatan pembangunan, pemerintah memberikan berbagai fasilitas perpajakan. Salah satunya, adalah pemberian fasilitas tax allowance.

Secara umum, ketentuan tax allowance diatur dalam Pasal 31A Undang-undang (UU) Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh) seperti telah diubah terakhir dengan UU Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), beserta aturan turuannya.

Kemudian, aturan turunan mengenai tax allowance terdiri dari dua. Pertama, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 tahun 2019 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu.

Kedua, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 96/PMK.010/2020 tentang Perubahan atas PMK 11/PMK.010/2020. PMK ini merupakan aturan pelaksanaan PP 78/2019.

Bentuk Tax Allowance

Secara umum, berdasarkan Pasal 3 Ayat (1) huruf a sampai d PP 78/2019, terdapat empat bentuk fasilitas tax allowance yang diberikan kepada wajib pajak badan yang menanamkan modal di bidang usaha tertentu atau daerah tertentu.

Pertama, pengurangan penghasilan neto sebesar 30% dari nilai penanaman modal berupa aktiva tetap berwujud, termasuk tanah yang digunakan untuk kegiatan usaha utama.

Kedua, penyusutan yang dipercepat atas aktiva tetap berwujud dan amortisasi yang dipercepat atas aktiva tak berwujud yang diperoleh dalam rangka penanaman modal.

Ketiga, pengenaan PPh atas dividen yang dibayarkan kepada wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia sebesar 10%, atau tarif yang lebih rendah berdasarkan pada perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) dengan pemerintah. Keempat, kompensasi kerugian yang lebih dari 5 tahun tetapi tidak lebih dari 10 tahun.

Fasilitas tax allowance diberikan kepada wajib pajak badan yang memenuhi tiga kriteria. Pertama, memiliki nilai investasi yang tinggi atau untuk ekspor. Kedua, memiliki penyerapan tenaga kerja yang besar. Ketiga, memiliki kandungan lokal yang tinggi.

Ketentuan mengenai nilai investasi, jumlah penyerapan tenaga kerja, dan kandungan lokal yang dimaksud, termaktub dalam Permenperin 47/2019.

Pencabutan Fasilitas Tax Allowance

Fasilitas tax allowance diberikan dengan tujuan, untuk mendorong geliat usaha dan mempercepat pembangunan nasional. Bagi wajib pajak badan yang telah memenuhi syarat dan kriteria tertentu, berhak mengajukan dan memperoleh fasilitas tax allowance.

Persetujuan mendapatkan tax allowance ini didasarkan pada surat keputusan, yang diterbitkan kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk dan atas nama menteri keuangan.

Namun, fasilitas tax allowance yang telah diberikan berpotensi dicabut pemerintah. Terdapat beberapa hal yang menyebabkan fasilitas dicabut. Landasan hukum pencabutan fasilitas tax allowance ini, adalah PP 78/2019 beserta aturan turunannya, yakni PMK No.96/PMK.010/2020.

Berdasarkan Pasal 17 Ayat (1) PMK No.96/PMK.010/2020, pemberian fasilitas tax allowance dapat dicabut apabila wajib pajak badan tidak lagi memenuhi beberapa ketentuan.

Pertama, wajib pajak badan sudah tidak memenuhi bidang usaha tertentu, dan bidang usaha di daerah tertentu yang berhak mendapatkan fasilitas PPh, yang diatur dalam Pasal 2 PMK 96/PMK.010/2020, serta Lampiran I dan II PP 78/2019.

Kedua, pengajuan permohonan tax allowance tidak dilakukan sebelum saat mulai berproduksi komersial. Artinya, pengajuan fasilitas tax allowance seharusnya dilakukan sebelum wajib pajak badan memulai berproduksi komersial, melalui online single submission (OSS). Hal ini, sesuai dengan ketentuan yang tertera pada Pasal 6 Ayat (4) PMK No.96/PMK.010/2020.

Saat mulai berproduki komersial yang dimaksud, dapat dipahami sebagai saat pertama kali hasil produksi atau jasa dari kegiatan usaha utama dijual atau diserahkan, atau digunakan sendiri untuk proses produksi lebih lanjut.

Ketiga, wajib pajak badan menggunakan aktiva tetap berwujud selain untuk tujuan pemberian fasilitas ataupun dialihkan, kecuali jika diganti dengan aktiva tetap berwujud yang baru.

Larangan untuk menggunakan aktiva tetap berwujud selain untuk tujuan pemberian fasilitas atau dialihkan tercantum dalam Pasal 16 PMK No.96/PMK.010/2020.

Selain pencabutan, wajib pajak badan tidak memenuhi ketentuan juga akan dikenakan pajak, dan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Tak hanya itu, wajib pajak badan yang sebelumnya sudah mendapatkan tax allowance, tetapi dalam praktiknya tidak memenuhi ketentuan, maka tidak  tidak dapat lagi memperoleh fasilitas PPh untuk penanaman modal di bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu.

Sumber : katadata.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only