Anak Buah Sri Mulyani Was-was Setoran Pajak Seret, Ada Apa?

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mulai was-was. Ini tak pelak dari adanya gejolak ekonomi dunia akan berdampak terhadap penerimaan negara ke depan. Bahkan pada semester II-2022 kemungkinan tidak akan tumbuh sekuat pada semester I-2022.

Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo dalam media briefing di kantornya, Selasa (2/8/2022).

“Di semester II-2022, kami perkirakan pertumbuhan (pajak) sejalan dengan perkembangan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi dunia dan menjadi titik kita, kemungkinan ada rembesan ke dalam negeri. Pengaruh ke ekonomi akan memberikan dampak ke penerimaan pajak,” ujarnya.

“Kami ekspektasikan memang mungkin agak sedikit kekuatan pertumbuhannya (di semester II-2022) mengingat semester I basis juga lebih rendah, mungkin semester II-2022 kekuatan pertumbuhan kalau kita bandingkan dengan semester II-2021 memang mungkin agak sedikit berbeda,” kata Suryo lagi.

Lagipula, menurut dia, harga komoditas global yang saat ini menjadi penopang penerimaan negara tidak akan seterusnya tinggi.

“Kita tidak akan pernah tahu harga komoditas akan tinggi sampai kapan. Jadi, kami optimis dan waspada terhadap pergerakan harga komoditas yang akan kita ikuti dari waktu ke waktu,” jelas Suryo.

Sebagai informasi, total penerimaan pajak sepanjang semester I-2022 (Januari-Juni) mencapai Rp 868,3 triliun. Realisasi tersebut naik 55,7% atau jauh lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang hanya tumbuh 5%.

Suryo menjelaskan ada empat penyebab kuatnya pertumbuhan penerimaan pajak pada semester I-2022. Pertama, harga komoditas yang tinggi telah menyumbang terhadap penerimaan pajak.

Kedua, pertumbuhan ekonomi yang kuat memberi kontribusi ke penerimaan pajak khususnya terlihat melalui penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam negeri dan PPN impor. Ketiga, basis penerimaan pajak pada semester I-2021 relatif rendah karena pemerintah masih banyak menggelontorkan insentif pajak yang hampir tersebar di seluruh sektor usaha untuk mendukung pemulihan ekonomi.

Keempat, dampak dari implementasi beleid baru perpajakan UU Harmonisasi Peraturan perpajakan (UU HPP). Hal ini terlihat dari penerimaan pajak melalui program tax amnesty jilid II serta penyesuaian tarif PPN menjadi 11% mulai April 2022.

Sumber: cnbcindonesia.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only