Pemerintah Dorong Kinerja Industri Manufaktur, Ini Permintaan Pengusaha

JAKARTA. Industri Pengolahan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi di kuartal II-2022. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pertumbuhan ekonomi pada periode April 2022 hingga Juni 2022 sebesar 5,44% year on year (yoy).

Sedangkan pertumbuhan industri pengolahan sebesar 4,01% yoy dengan sumbangan sebesar 0,82% yoy.

Agar industri pengolahan tetap berdaya, Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiono meminta pemerintah untuk mempertimbangkan beberapa hal, yang terpenting adalah menjaga daya beli masyarakat di tengah peningkatan harga energi global yang juga memengaruhi harga dalam negeri.

“Yang terpenting adalah mempertahankan daya beli, karena daya beli masyarakat pasti turun dengan tingkat inflasi saat ini. Kalau daya beli masih bertahan, maka permintaan akan produk industri pengolahan tetap terjaga,” tutur Fajar saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (7/8).

Fajar meminta pemerintah untuk tidak menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dan tarif dasar listrik. Namun, di sisi lain ia juga khawatir akan peningkatan harga energi global dan pengaruhnya pada kondisi dalam negeri dan anggaran pemerintah.

Makanya, ia juga mengimbau pemerintah untuk memberikan subsidi energi kepada masyarakat yang benar membutuhkan. 

“Bila memang anggaran subsidi ini sudah menipis, maka pemerintah harus siap-siap mengganti subsidi BBM dan listrik ke bantuan langsung tunai (BLT) untuk disalurkan tepat guna ke masyarakat yang benar-benar membutuhkan,” tambahnya. 

Selain menjaga daya beli masyarakat untuk menjaga permintaan, Fajar juga meminta agar pemerintah memberikan kebijakan yang langsung menyangkut kepada industri pengolahan.

Pertama, terkait insentif perpajakan. 

Fajar meminta perpanjangan restitusi pajak pertambahan nilai (PPN) proyek. Hal ini menimbang antrian engineering contractor yang bisa molor, dari awalnya dua hingga tiga tahun, menjadi empat hingga lima tahun. 

Selain itu, ia mengimbau pemerintah menunda pengenaan pajak karbon. Hal ini dengan melihat kondisi global, yaitu ketidakpastian akibat tensi geopolitik Rusia dan Ukraina.

“Dulu ditetapkan belum ada perang, jadi tolong dikaji ulang sampai harga energi kembali normal. Kami tapi tetap akan menuju ke industri hijau,” katanya.

Kedua, percepatan pembangunan infrastruktur dan akses logistik.

Menurut Fajar, saat ini permintaan sudah meningkat, sehingga pengusaha manufaktur harus memenuhi ketepatan waktu untuk mengirim barang. Mereka masih mengalami kendala terkait logistik, baik itu jalur darat maupun jalur laut. 

Belum lagi ada ketidakpastian mengenai cuaca. Ini akan menambah waktu pengiriman, terutama di jalur laut, sehingga ongkos terkait logistik bisa bertambah. 

Ketiga, Fajar meminta pemerintah mengkaji ulang perjanjian perdagangan dengan negara lain.

Menurutnya, pemerintah harus menimbang neraca keseimbangan. Jangan sampai perjanjian perdagangan ini malah berbalik memberi ancaman bagi utilitas industri dalam negeri. 

Sumber : Kontan.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only