Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan pihaknya akan secara tegas akan melakukan pelacakan terhadap para wajib pajak peserta program pengungkapan sukarela (PPS) apabila tidak melakukan repatriasi harta.
Seperti diketahui, sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), repatriasi harta bersih harus direalisasikan paling lambat 30 September 2022 atau tiga bulan sejak PPS berakhir.
Sri Mulyani menjelaskan, wajib pajak memiliki kewajiban untuk merealisasikan komitmennya, seperti yang sudah disampaikan dalam Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta (SPPH). Sebagai warga negara Indonesia, mereka juga harus patuh terhadap peraturan perundang-undangan.
Sri Mulyani bilang, pihaknya melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan dengan tegas melakukan pelacakan atau tracing terhadap wajib pajak yang tidak melakukan komitmen repatriasi tepat waktu.
Menurut Sri Mulyani, wajib pajak yang berkomitmen untuk melakukan repatriasi harus segera melakukan pengalihan harta dalam waktu yang hanya tersisa sepekan.
“Mereka sudah menyampaikan dan kita akan trace saja sesuai dengan yang mereka sampaikan di dalam program PPS,” jelas Sri Mulyani saat ditemui di Gedung DPR, Kamis (22/9/2022).
Adapun di dalam aturan yang ada, apabila komitmen tidak dipenuhi hingga batas waktu, ada ancaman sanksi yang bakal dijatuhkan kepada wajib pajak berupa tambahan PPh Final.
Sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 196/2021 yang mengatur sanksi tambahan PPh final akan lebih kecil apabila wajib pajak memberitahukan kegagalan repatriasi dan membayar sanksi secara sukarela. Sebaliknya, sanksi akan lebih besar apabila kegagalan repatriasi ditemukan DJP hingga diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB).
Secara perinci, bagi wajib pajak peserta PPS Skema I yang gagal melakukan repatriasi harta, akan dikenakan tambahan PPh final sebesar 4% apabila dibayar sukarela atau 5,5% jika melalui penerbitan SKPKB.
Sementara pada wajib pajak peserta PPS skema II yang gagal melakukan repatriasi harta, akan dikenakan tambahan PPh final sebesar 5% apabila dibayar sukarela atau 6,5% jika melalui penerbitan SKPKB.
Merujuk pada lampiran PMK 196/2022, informasi-informasi yang harus disampaikan dalam laporan repatriasi antara lain nama dan NPWP, kode dan nama harta, tanggal repatriasi, nilai harta yang direpatriasi dalam mata uang asal harta, hingga kurs yang digunakan wajib pajak saat mengungkapkan harta dalam SPPH.
Wajib pajak juga harus mencantumkan nilai bersih dalam bentuk rupiah, kurs yang digunakan saat repatriasi harta, nama bank tempat wajib pajak menempatkan dana repatriasi, serta nomor rekening penempatan harta yang direpatriasi.
Harta PPS yang direpatriasi oleh wajib pajak harus tetap berada di Indonesia selama 5 tahun, terhitung sejak diterbitkannya surat keterangan PPS. DJP mencatat, terdapat harta senilai Rp 16 triliun yang harus direpatriasi paling lambat 30 September 2022, sesuai dengan komitmen wajib pajak dalam SPPH.
Sumber: cnbcindonesia.com
Leave a Reply