G20 Mendorong Transparansi Sistem Perpajakan Global Melalui AEOI

Puncak perhelatan G20 pada pertengahan November 2022, bisa menjadi momentum bagi Indonesia untuk mengoptimalkan inisiatif Automatic Exchange of Financial Account Information (AEOI). Inisiatif transparansi sistem perpajakan global dengan penguatan AEOI akan memberikan dampak positif bagi negara berkembang dan sistem perbankan global.

 AEOI adalah sistem pertukaran informasi keuangan antarnegara secara otomatis. Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC), Bawono Kristiaji mengatakan, kerja sama pertukaran informasi khususnya secara otomatis, akan memberikan banyak manfaat bagi negara yang terlibat. AEOI akan meningkatkan transparansi di area pajak, baik untuk memerangi penggelapan pajak luar negeri (offshore tax evasion) maupun penghindaran pajak (tax avoidance).

Kedua skema tersebut telah sejak lama memberikan penggerusan basis pajak. Tidak hanya itu, AEOI sesungguhnya bisa menjadi tools untuk menjamin keadilan di bidang pajak.

“Sebagai ilustrasi, adanya pertukaran data country by country report (CbCR) memberikan gambaran yang lebih utuh sejauh mana perusahaan multinasional telah secara fair membayar pajak,” ujar Bawono kepada Kontan.co.id pada Selasa (1/11).

Selain itu, menjamin high net worth individual (HNWI) tidak menyembunyikan kekayaan mereka di negara-negara tax haven. Dengan demikian, alokasi beban pajak akan terdistribusi secara lebih adil lagi.

“Menurut saya, implementasi AEoI telah memberikan modal penting yaitu informasi bagi otoritas pajak di berbagai negara di tengah globalisasi dan aktivitas ekonomi lintas yurisdiksi. Dengan telah terjalinnya pondasi kerja sama global di bidang pertukaran informasi, di masa mendatang ruang lingkup AEoI bisa saja diperdalam atau diperluas,” tambahnya.

Ia memberikan contoh, perluasan terkait dengan beneficial owner, aset kripto, dan sebagainya, Kerja sama di bidang pertukaran informasi memberikan sinyal bahwa kerjasama lain antara otoritas pajak di bidang lainnya sangat dimungkinkan.

“Misalnya joint audit, bantuan penagihan pajak, dan sebagainya. Terakhir, tantangan yang tidak kalah penting adalah bagaimana memanfaatkan data dari AEOI tersebut untuk optimalisasi kepatuhan pajak di tiap negara, khususnya bagi negara berkembang,” jelasnya.

Sementara pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan terus memanfaatkan data dan informasi dari AEOI untuk mendeteksi keberadaan harta wajib pajak di luar negeri dan meningkatkan kepatuhan pajak.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, data dan informasi dari AEOI berperan penting dalam pelaksanaan program pengungkapan sukarela (PPS). Untuk itupemanfaatan AEOI akan terus dilanjutkan.

“Pemerintah tidak akan berhenti. Kami akan terus memakai AEOI dalam meningkatkan kepatuhan pajak dan menekan penghindaran pajak melalui penempatan aset di luar negeri serta aliran dana gelap,” kata Ani – sapaan Sri Mulyani, dikutip dari situs pajakonline.com/

Pada 2021, The Organization for Economic Co-operation and Development OECD mencatat sudah terdapat 111 juta data dan informasi rekening keuangan yang dipertukarkan dalam AEOI. Nilai aset dalam 111 juta rekening tersebut mencapai EUR11 triliun atau Rp165.261 triliun

Adapun Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menyatakan, memerlukan dukungan dari kepala negara beserta menteri keuangan terkait AEOI. Sebab, Indonesia selama ini sulit untuk mengoptimalkan AEOI, padahal inisiatif ini sangat dibutuhkan untuk mengakses berbagai data yang ada di luar negeri.

Ia menyadari data-data tersebut sangat besar dan butuh waktu yang lama untuk pemeriksaan hingga sampai penyidikan bila diperlukan. Padahal ini bisa  dipersingkatkan. Memang, Indonesia masih memiliki kelemahan di Indonesia, data rekening, pajak, dan kependudukan.

Saat ini yang dihubungkan baru nomor induk kependudukan (NIK) dengan nomor pokok wajib pajak (NPWP). Sedangkan dengan rekening perbankan misalnya perlu percepatan, link and match dan sinkronisasi dari sektor keuangan perlu juga dilakukan.

“Ini harus diperjuangan Indonesia di G20 karena AEOI ini juga dibutuhkan oleh negara berkembang dalam mengoptimalkan pemasukan. Butuh meningkatkan rasio pajak, sehingga Indonesia bisa menggandeng negara-negara berkembang untuk menyuarakan ini,” jelasnya.

Kemudian, forum itu juga harus meminta negara maju untuk melakukan tekanan untuk negara di luar G20 karena banyak negara yang melakukan praktik suaka pajak. Sehingga mereka enggan untuk menerapkan AEOI, kalaupun terlibat cenderung tidak memiliki standarisasi yang jelas.

Sumber : Kontan.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only