Pemerintah tak menutup mata terhadap suramnya prospek industri padat karya di tahun depan. Ini menyusul banyaknya negara tujuan ekspor industri padat karya yang mengalami resesi, hingga banyak buyer menurunkan permintaan.
Untuk membantu meringankan beban industri padat karya, seperti industri garmen dan tekstil, pemerintah tengah mengkaji pemberian insentif fiskal. Insentif yang dimaksud adalah insentif pajak ditanggung pemerintah (DTP).
Pemerintah merasa perlu memberikan insentif karena banyak hambatan yang menekan kinerja sektor industri ini di tahun depan. Selain penurunan permintaan ekspor, sektor padat karya juga harus berjuang melawan banjir produk impor, ditambah lagi harga bahan baku naik.
Alhasil, banyak perusahaan di sektor ini melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Tak terkecuali industri garmen dan tekstil. Dengan memberikan insentif fiskal, pemerintah berharap bisa membantu mengurangi tekanan yang dihadapi pelaku industri padat karya. Dengan harapan, sektor ini bisa bertahan dan tidak melakukan PHK terhadap karyawannya.
Dari informasi yang diterima sumber KONTAN di lingkungan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak, pemerintah saat ini menggodok insentif pajak tersebut di tingkat Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Insentif terutama menyasar ke sektor padat karya yang mengalami kontraksi, termasuk garmen.
Dia menyebut, insentif tersebut pajak DTP. “Bisa berupa pajak penghasilan (PPh) maupun pajak pertambahan nilai (PPN), “ujar sumber KONTAN yang enggan disebutkan namanya, Kamis (10/11).
Sayangnya, ia belum mau menjelaskan lebih lanjut kapan penyusunan insentif tersebut rampung. Yang jelas, anggaran insentif kemungkinan masuk dalam pagu insentif perpajakan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 yang sebesar Rp 41,5 triliun.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sebelumnya menyebut, selain pesanan terbatas, stok juga menumpuk akibat terganggungnya rantai pasok. Ini lah yang membuat industri padat karya lesu darah.
Sebab itu, seperti saat pandemik Covid-19, pemerintah akan menyiapkan insentif untuk industri padat karya, termasuk pemberian restrukturisasi kredit agar sektor manufaktur bisa bertahan tanpa melakukan PHK karyawan.
“Kami akan lihat dari mana bisa diberikan insentif, termasuk dengan restrukturisasi kredit. Pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang me-review beberapa sektor tertentu yang masuk padat karya agar mereka punya resilience (ketangguhan), “ujar Airlangga, Senin (7/11) lalu.
Insentif Bersyarat
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira setuju apabila insentif pajak di tahun depan difokuskan kepada industri padat karya yang berorientasi ekspor, seperti sektor tekstil.
Namun, menurut dia, pemberian insentif tersebut harus dibarengi dengan persyaratan yang ketat. Misalnya, perusahaan dilarang melakukan PHK karyawan secara sepihak.
Jika melanggar persyaratan yang telah ditetapkan, maka pemerintah bisa saja mencabut insentif fiskal yang telah diberikan.
Sumber: Harian Kontan, Sabtu 12 November 2022
Leave a Reply