Nilai impor Oktober tercatat US$ 19,13 miliar, turun 3,40% disbanding bulan sebelumnya.
Kinerja impor Indonesia kembali turun menjelang akhir tahun. Tak terkecuali impor bahan baku dan barang modal. Kondisi ini perlu diwaspadai karena mengindikasikan sektor manufaktur tengah lesuh darah.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, nilai impor Oktober 2022 sebesar US$ 19,14 miliar, turun 3,40% dibandingkan bulan sebelumnya. Penurunan ini berlanjut, lantaran pada September lalu impor juga turun 10,58% atau bulanan atau month to month (mtm) menjadi US$ 19,81 miliar.
Secara terperinci, berdasarkan golongan penggunaan barang, impor bahan baku atau penolong turun 3,99% mtm menjadi US$ 14,31 miliar. Penurunan ini lantaran penurunan impor bahan bakar mineral dengan kandungan oktan atau RON 90 ke atas dan dibawah 97 dan juga komoditas emas.
Impor barang modal, tercatat turun 7,22% mtm menjadi US$ 3,08 miliar. Penurunan ini dipicu anloknya impor barang elektronik, seperti laptop dan alat berat.
Baik penurunan impor bahan baku maupun barang modal, juga melanjutkan penurunan pada bulan sebelumnya yang masing-masung sebesar 11,07% dan 6,39% mtm.
Hanya impor barang konsumsi yang tercatat meningkat. Di Oktober, impor konsumsi naik 10,13% mtm menjadi US$ 1,75 miliar, setelah pada Agustus 2022 turun cukup dalam mencapai 14,13% mtm. Kinerja impor konsumsi, ditopang oleh komoditas vaksin, bawang putih dan juga bahan bakar diesel.
Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah mengatakan, menurunnya impor pada peiode tersebut disebabkan karena gejola nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) yang membuat biaya impor barang semakin mahal.
Mahalnya biaya impor, secara otomatis mengerek harga barang di pasaran, sehingga konsumsi masyarakat pun menurun. Di sisi lain, stok barang yang dimiliki pengusaha menumpuk. Hal ini juga jadi penyebab mereka tidak banyak melakukan imbor barang pada periode tersebut.
“Pengusaha saya kira masih ada persediaan. Mereka juga perlu melihat perkembangan nilai tukar rupiah dan arah pertumbuhan ekonomi.”kata Piter ke KONTAN
Penurunan impor bukan berarti mencerminkan kualitas surplus neraca dagang.
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, penurunan impor bahan baku dan barang modal di bulan lalu, menandakan ekspansi di sector manufaktur mulai terganggu. Salah satunya, karena permintaan di pasar ekspor melemah. Kondisi ini sejalan dengan melambatnya Purcashing Mangers’Index (PMI) Manufaktur Indonesia di bulan Oktober yang turun menjadi 51,8 dari bulan sebelumnya 53,7.
Faktor lainnya, lanjut Bhima, karena negara asal impor masih ada yang melakukan pengetatan mobilitas akibat pandemic Covid 19. Alhasil, proses impor sulit dilakukan. Tingginya harga barang baku dan ongkos impor yang naik juga turut menjadi kendala.
Bhima juga berpandangan, tekanan di sector manufaktur kedepannya akan berlanjut. Padahal seharusnya, impor mulai meningkat menjelang natal dan tahun baru. Sebab di November dan Desember, kinerja impor tak lagi efektif karena terpotong libur.
“Ini harus diwaspadai bahwa penuruna impor bahan baku bukan berarti mencerminkan kualitas surplus perdagangan, tapi ada tanda-tanda alarm yang harus diwasapai.”kata Bhima Kepala Kontan.
Kamis, 17 November 2022
Leave a Reply